rangkuman ide yang tercecer

Kamis, 09 Agustus 2012

Melacak Calon Gubsu 2013-2018


Oleh: Thomson Hutasoit
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP)

Bagian Pertama. 

Pendahuluan. 

Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) memilih calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 sudah diambang pintu.

Sehingga beberapa figur telah digadang-gadang dengan berbagai kemasan pencitraan baik  terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi di ruang publik. 

Di sepanjang jalan di Provinsi Sumatera Utara berbagai billboard terlihat diwarnai  gambar-gambar figur bakal calon (balon) Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 dengan bermacam-macam slogan yang dikaitkan dengan even-even tertentu, baik menggunakan dana sendiri,  dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun dana badan usaha milik daerah (BUMD) sebagai alat sosialisasi diri terhadap masyarakat.

Sosialisasi demikian tentu sangat baik sepanjang dana-dana tersebut tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang pada ujung-ujungnya berpotensi menjadi temuan hukum, bahkan menyeret para figur jadi pesakitan hukum dikemudian hari.

Bila diamati dengan cermat para figur yang muncul kepermukaan berasal dari berbagai ragam latar belakang seperti dari birokrat, politisi, pengusaha, praktisi profesi, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan,  tokoh pemuda, tingkat Sumatera Utara maupun nasional. 

Hal itu menunjukkan bahwa jabatan Gubernur Sumatera Utara merupakan agenda paling seksi pada awal tahun 2013 atau tepatnya pencoplosan Pilgubsu 17 Maret 2013 akan datang.

Pusat perhatian masyarakat provinsi Sumatera Utara mulai bulan September 2012 hingga bulan Juni 2013 adalah agenda suksesi Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 dan untuk agenda strategis itu diperkirakan menghabiskan  dana Pilgubsu sebesar Rp 700 miliar pada pos mata anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2012 dan 2013.

Melihat  dana Pilgubsu sedemikian besar tentu perlu disiasati dengan seksama agar dana tersebut benar-benar transparan, efektif, efisien, akuntabel untuk menghadirkan nahkoda provinsi Sumatera Utara kapabel, kredibel, berintegritas serta mampu menyelesaikan segudang permasalahan di daerah ini. 

Momentum strategis ituKarena itu, harus mampu dimanfaatkan seluruh rakyat Sumatera Utara dengan cerdas, cermat, efektif  memilih calon Gubernur Sumatera Utara memimpin daerah ini lima tahun kedepan. 

Kecerdasan, kecermatan menentukan pilihan pada calon-calon Gubsu yang muncul ke permukaan merupakan kunci sukses penyelenggaraan pemerintahan provinsi Sumatera Utara periode 2013-2018. 

Sebaliknya, kesalahan menentukan pilihan pada Pilgubsu 2013 akan memperpanjang catatan buram penyelenggaraan pemerintahan provinsi Sumatera Utara selama ini. 

Pola pikir memilih calon Gubernur Sumatera Utara berdasarkan fanatisme sektoral-primordial sudah saatnya dirubah ke pola pikir memilih calon Gubernur berdasarkan kemampuan kepemimpinan amanah dan mumpuni melalui melacak rekam jejak kinerja (track-record)  calon sebelum mencalonkan diri Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018. 

Melalui pelacakan rekam jejak kinerja calon-calon secara obyektif, transparan akan memudahkan menentukan kelayakan calon pemimpin  nomor 1 (satu) yang mampu membawa  daerah ini “Luar Biasa”  bukan sekadar slogan belaka. 

Klaim-klaim pragmatis atau kamuflase politik seperti jargon “sahabat seluruh masyarakat”, “sahabat seluruh suku”, “peduli penderitaan semua orang”, “berjuang demi rakyat”, “panggilan jiwa untuk Sumut”  dan lain sebagainya tanpa bukti empirik hanya lah pepesan kosong serta pembohongan publik menabur angin menuai badai di masa-masa akan datang. 

Politik uang, janji-janji politik, kebaikan sesaat hanyalah siasat busuk mengelabui, membutakan mata hati calon pemilih serta pembodohan politik untuk menggoda, menyesatkan dan mendatangkan malapetaka dikemudian hari. 

Bung Karno mengatakan,”hanya keledai mau terperosok dua kali kedalam lobang yang sama” sehingga Pilgubsu 2013 nanti harus mampu memilih calon Gubernur Sumatera Utara yang tidak akan menjadi penghuni “Hotel Prodeo” atau penjara setelah terpilih menjadi Gubernur.

Oleh karena itu, rakyat Sumatera Utara perlu melacak rekam jejak kinerja (track-record) para calon dengan berbagai kriteria kepemimpinan amah dan mumpuni untuk memimpin Sumatera Utara miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) rumah pluralisme. 

Memiliki rekam pendidikan yang jelas.

Salah satu kasus pasca Pilkada adalah gugatan keabsahan ijazah kepala daerah terpilih yang sangat mengganggu efektivitas roda penyelenggaraan pemerintahan daerah seperti diberitakan media massa di republik ini. 

Beberapa calon kepala daerah sebelum mencalonkan diri sering menggunakan berbagai macam embel-embel atau titel kependidikan, tetapi begitu mencalonkan diri embel-embel atau titel tersebut raib ditelan bumi tanpa bekas.  

Jangankan titel kesarjanaan, ijazah pendidikan SLTA yang menjadi syarat minimal mencalonkan diri menjadi kepala daerah pun ditengarai tidak jelas alias tidak ada.

Permasalahan kebsahan rekam pendidikan harus benar-benar dipertimbangkan dengan matang untuk memilih calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 agar tidak kasus hukum pasca pemilihan.

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu), DPRD Provinsi Sumatera Utara, partai politik, instansi berwenang, serta masyarakat harus benar-benar melakukan penelitian tentang keabsahan, kejelasan rekam pendidikan para calon gubsu agar tidak bermasalah pasca terpilih. 
     
Rakyat harus cerdas serta cermat melihat, mengetahui rekam pendidikan calon Gubsu melalui pelacakan rekam jenjang pendidikan figur-figur mencalonkan diri. 

Kalau seorang calon Gubsu sejak pencalonan diri pun sudah melakukan pembohongan publik tentang rekam pendidikannya maka dapat dipastikan sulit diharapkan mampu mengemban amanah dengan baik dan benar. 

Malah akan menghadapi protes atau unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat untuk pengunduran diri akibatnya roda pemerintahan akan terganggu bahkan stagnan. 

Karena itu, rakyat tidak perlu memilih calon Gubsu rekam jenjang pendidikannya tidak jelas sebab akan bermasalah hukum pasca terpilih serta merugikan seluruh rakyat.

Memiliki  rekam prestasi kinerja ketika memegang amanah. 

Salah satu indikator penilaian layak tidaknya seorang calon untuk dipilih menjadi Gubernur Sumatera Utara adalah menelusuri rekam prestasi kinerja atas amanah yang pernah dipercayakan kepadanya.

Apakah calon itu berasal dari birokrasi, politisi, praktisi profesi, pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh pemuda, dan lain-lain. 

Rekam prestasi kinerja dalam mengemban amanah yang dipercayakan kepada seorang calon di masa lalu, dan masa kini akan  mencerminkan prestasi kinerja pada saat memegang tampuk kepemimpinan provinsi Sumatera Utara nanti. 

Sebab, Stephen P. Robbins, Ph.D (2009) pakar manajemen dalam bukunya berjudul The Truth About Managing People’ mengatakan, ”Prediktor terbaik perilaku seseorang di masa depan ialah perilakunya di masa lalu”.
 
Misalnya, bila seorang calon pernah memangku jabatan bupati/walikota, pimpinan BUMD, anggota DPR/DPRD, pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, tokoh agama, tokoh pemuda, atau jabatan lain, prestasi apa yang pernah ditorehkan bermanfaat terhadap kehidupan rakyat secara nyata.

Prestasi-prestasi bersifat politis ketika jadi bupati/walikota seperti banyak mendapat Piala Adipura, satya lencana, opini BPK wajar tanpa pengecualian (WTP) atas pengelolaan APBD, dan lain sebagainya tidak cukup hanya sebatas itu.  
 
Penghargaan-penghargaan seperti itu cenderung tidak didasarkan pada fakta emprik  kehidupan rakyat atau cenderung bermuatan politis serta didapatkan melalui cara-cara kurang elegan sebagaimana telah diungkap media massa di negeri ini. 

Kemampuan menaikkan besaran mata anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) walau seperti deret ukur pun bila diperoleh dengan “mencekik” leher rakyat melalui berbagai peraturan daerah (Perda) menambah beban rakyat bukanlah sebuah prestasi. 

Klaim prestasi di atas angka-angka statistik tanpa korelasi linier dengan kondisi empirik kehidupan rakyat adalah pembohongan publik yang dibangun berdasarkan masker intelektual mengelabui fakta riil dirasakan rakyat. 

Rekam prestasi kinerja adalah kondisi riil dapat dilihat dan dirasakan rakyat secara langsung dihadirkan seorang pemimpin ketika amanah dipercayakan pada dirinya.

Misalnya, perkembangan kemajuan pembangunan, peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan, kondusivitas daerah, pertumbuhan kesempatan berkeadilan, serta efektivitas penyelenggaraan pemerintahan bersih dan akuntabel.  

Dari pengamatan penulis salah satu bakal calon (balon) Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 memiliki rekam jejak prestasi jelas dan komplit, mulai level terendah hingga level tertinggi di pemerintahan adalah Dr. Rustam Effendy Nainggolan, MM.

Dr. RE Nainggolan, MM memulai karier dari kepala desa (Kades), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupten Tapanuli Utara, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Dairi, Bupati Tapanuli Utara, Kepala Badan Informasi dan Komunikasi (Badan Infokom) Provinsi Sumatera Utara, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara, dan terakhir Sekretaris  Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Utara. 

Rekam jejak kinerja kepemimpinan demikian tentu bukanlah hal gampang dan mudah untuk dicapai. 

Akan tetapi sebuah prestasi kinerja sangat luar biasa serta komplit dari seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah. 

Rangkaian jenjang karier  seperti itu harus dilalui dengan berbagai up grade seperti kursus-kursus keahlian atau kursus kepemimpinan.

Prestasi demikian bukan lah diperoleh dengan  pangkat “Naga Bonar” yang tidak diketahui kronologinya dengan jelas.

Sebagai mantan Kepala Desa (Kades), mantan Kepala Bappeda kabupaten dan provinsi, mantan sekda di kabupaten dan provinsi, dan mantan bupati sangat obyektif jika Dr. RE Nainggolan, MM paling pas dan tepat menjadi Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 mendatang. 

Sebab, ketika RE Nainggolan, MM menjadi Bupati Tapanuli Utara mendapat predikat “Smile Bupati” atau bupati senyum, mampu menghadirkan kehangatan berkomunikasi kepada semua orang termasuk para bawahannya.

Ketika Dr. RE. Nainggolan, MM mengakhiri tugas (pensiun-red) Sekretaris Daerah (Sekda) provinsi Sumatera Utara dimana pada apel terakhir itu dipimpin langsung Dr. Rustam Effendy Nainggolan, MM  para pegawai negeri sipil (PNS) di kantor Gubernur Sumatera Utara meneteskan air mata, menangis sebagai ungkapan hati paling dalam sekaligus perpisahan memberangkatkan administrator tertinggi di provinsi Sumatera Utara itu memasuki masa pensiun pegawai negeri sipil (PNS). 

Para pegawai negeri sipil (PNS) di kantor Gubernur Sumatera Utara sepertinya tidak rela ditinggalkan pemimpin kebapaan yang selalu menyapa bawahannya dengan kalimat-kalimat lembut seperti ”bagaimana amang ? bagaimana inang?”.

Ini adalah fakta, dan PNS-PNS di kantor Gubernur Sumatera Utara masih banyak saksi hidup atas peristiwa hangat dan mengharukan itu.

Sentuhan kata-kata lembut seperti itu sudah menjadi tradisi sejak dari Kepala Desa (Kades), Kepala Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara, Sekda Dairi, Bupati Tapanuli Utara, Kaban Infokom Provsu, Kepala Bappeda Provsu, hingga Sekda Provinsi Sumatera Utara. 
   
Rekam prestasi kinerja serta pengalaman paling komplit di pemerintahan mulai dari Kepala Desa, Kepala Bappeda Taput, Sekda Dairi, Bupati Taput, Kaban Infokom Provsu, Kepala Bappeda Provsu,  Sekda Provsu menjadikan sosok Dr. RE. Nainggolan, MM merupakan salah satu putera daerah terbaik dan paling cocok memimpin Sumatera Utara.

Harus dipahami paripurna bahwa capaian prestasi karier tertinggi pegawai negeri sipil (PNS) di daerah adalah jabatatan Sekretaris Daerah (Sekda) sehingga bila seseorang PNS mencapai jenjang itu adalah prestasi tertinggi dan luar biasa.  

Penilaian ini didasarkan pada fakta-fakta obyektif autentik bukan penilaian subyektif atau sentimen sektoral sehingga amat tidak masuk akal apabila partai politik dan rakyat masih ragu mencalonkan, memilih figur Dr. Rustam Effendy Nainggolan, MM  menahkodai Sumatera Utara lima tahun kedepan.  

Dr. RE Nainggolan, MM selalu memosisikan diri sosok seorang bapak yang mau mendengarkan keluh kesah atau aspirasi, melindungi,  mengayomi serta memberi arahan sehingga kehadirannya benar-benar dirasakan sebagai solusi masalah.

Salah satu bukti nyata adalah pemekaran Kabupaten Humbang Hasundutan yang tidak terlepas dari prakarsa Dr. RE. Nainggolan, MM  ketika masih Bupati Tapanuli Utara.

Kepemimpinan seperti itu telah dilakoni ketika mendapat amanah memimpin di berbagai jabatan pemerintahan di daerah provinsi Sumatera Utara selama ini. 

Penulis sangat sependapat dengan Drs. Sabam Leo Batubara sesepuh pers Indonesia ketika bincang-bincang dengan penulis di Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir 13-15 April 2012 lalu di sela-sela Pelatihan Jurnalistik Tingkat Nasional Angkatan ke 5 Surat Kabar Pelita Rakyat Jakarta.

Sabam Leo Batubara, Thomson Hutasoit, J. Siallagan dan beberapa orang pimpinan Surat Kabar Pelita Rakyat Jakarta menjadi nara sumber, dan Drs. MH. Sinaga MPA ketua panitia penyelenggara pelatihan jurnalistik. 

Sabam Leo Batubara memiliki ide bahwa sudah saatnya gubernur berasal dari bupati/walikota berprestasi, demikian selanjutnya presiden berasal dari gubernur berpretasi sehingga gubernur terpilih, presiden terpilih tidak lagi terbuang waktunya hanya untuk belajar dan beradaptasi. 

Efektivitas dan efisiensi waktu presiden, gubernur, bupati/walikota untuk mempercepat laju roda pemerintahan bisa dimaksimalkan karena konsep-konsep pemerintahan telah difahami jelas, terukur, terpadu, terintegrasi dengan baik dan benar.

Rakyat tidak boleh dibutakan kamuflase-kamuflase politik seperti pemberian berbagai bentuk bantuan, pengobatan gratis, pembangunan rumah ibadah, pendekatan sosial pada saat-saat mendekati Pilgubsu. 

Padahal sebelum-sebelumnya tidak pernah mau tahu atau peduli terhadap aspirasi rakyat yang disampaikan kepadanya.  

Apalagi berbagai bantuan yang diberikan diduga keras memanfaatkan jabatan atau menggunakan pos mata anggaran APBN atau APBD, BUMD maupun instansi lain  diamanahkan pada dirinya. 

Penggunaan dana-dana demikian berpotensi mendudukkan calon Gubsu penghuni terali besi alias penjara setelah terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara.
(Bersambung)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.