Kalkulasi
Peluang Perolehan Kursi Legislatif
Oleh : Drs.
Thomson Hutasoit
Direktur
Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP)
Pemilihan Legislatif (Pileg) 9 April
2014 tinggal menghitung hari dan para calon legislatif (caleg) DPR RI, DPD RI,
DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota sudah semakin degdegan apakah berhasil atau
tidak memperoleh kursi wakil rakyat yang sangat didambakan.
Para calon legislatif telah
melakukan pendekatan kepada calon konstituen, baik langsung maupun tidak
langsung. Berbagai cara sosialisasi untuk memperkenalkan diri yang tentu sangat
menguras tenaga, pikiran, bahkan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Ada pula
siang malam bergerilya berkunjung dari pintu ke pintu ala Ebiet G. Adie
orang-orang yang tidak pernah dikenal sebelumnya. Kunjungan ke rumah-rumah
calon pemilih bertabur berbagai kebaikan seperti pemberian bingkisan sembako,
sandang-pangan, dana-dana sumbangan, bahkan ada pula yang membangun fasilitas
umum yang tentu menguras kantong calon legislatif. Hal itu terpaksa dilakukan untuk
meraih simpatik calon pemilih agar mau menjatuhkan hak pilih kepada caleg
bersangkutan.
Kondisi seperti itu menggeser makna
sejati pemilihan umum (Pemilu) dari pendidikan politik rakyat ke penciteraan
diri para caleg sebagai sosok sinterklas yang membagi-bagikan aneka kebaikan
seolah-olah dermawan yang sangat peduli penderitaan pihak lain. Padahal,
tindakan-tindakan itu hanyalah sebuah kepalsuan, bahkan pembohongan, pembodohan
politik yang sangat kental nuansa keberpurak-purakan sebagai salah satu taktik
strategi meraih simpatik pemilih. Berbagai kemasan citra diri tak masuk akal
dengan memanfaatkan kekurangmampuan masyarakat memahami eksistensi sejati
memilih dan menghadirkan calon-calon wakil rakyat sepertinya bergayung sambut
antara caleg dengan calon konstituen. Akibatnya, masyarakat terperangkap atas
kebaikan palsu tanpa mempertimbangkan kredibilitas, kapabilitas, kapasitas,
integritas kepribadian para caleg ditengah-tengah masyarakat
sebelum-sebelumnya.
Sinyalemen para pakar politik yang
mengatakan, bahwa memori atau ingatan bangsa ini sangat pendek sepertinya
mendekati kenyataan, sebab masyarakat terkesan mudah percaya dan diyakinkan
dengan taktik strategi menabur kebaikan palsu seperti pemberian sembako,
sumbangan-sumbangan, hingga lupa mencermati rekam jejak kinerja para caleg sebelumnya.
Hal itu, tentu sangat berbahaya dalam upaya menghadirkan wakil-wakil rakyat
yang mampu mengemban amanah dan memperjuangkan aspirasi rakyat ke depan. Harus
diingat setiap pengeluaran atau biaya politik (cost politic) akan dikompensasi setelah kekuasaan diraih. Aspirasi
rakyat tidak akan menjadi perioritas sebelum pulang modal, bahkan keuntungan
kompensasi politik transaksional yang telah dikeluarkan para caleg. Dan inilah
salah satu sebab mengapa para caleg mau menghabiskan dana cukup signifikan
dalam tahapan pemilihan.
Berharap tentu boleh-boleh saja dan
tidak salah, namanya juga usaha ! Akan tetapi, bila seluruh calon legislatif
berharap demikian, optimis menang dan memperoleh kursi maka di sini lah
berbagai masalah akan timbul seperti; bertambah jumlah orang stres, bertambah
angka kemiskinan, meningkat kekecewaan hidup, bahkan tidak mustahil terjadi
keretakan hubungan keluarga, kerabat dan lain-lain pasca pemilihan legislatif (Pileg).
Bila para Caleg sejak semula mempersiapkan diri bahwa pemilihan legislatif adalah kompetisi
yang sudah pasti ada yang kalah dan menang maka para caleg telah mempersiapkan
diri meneima kekalahan atau kemenangan pada 9 April 2014 nanti. Tetapi, jika
para Caleg hanya berambisi menang, serta
menghabiskan dana besar untuk mengejar bayang-bayang kelabu atau
kemenangan di sini lah timbul pertanyaan besar, bagaimana nantinya Caleg
bersangkutan pasca pileg. Sementara rumor
di masyarakat telah dipersiapkan ruangan rumah sakit jiwa untuk menampung para
Caleg yang tidak siap menerima kekalahan pada pemilihan legislatif nanti.
Bila angka pengidap penyakit jiwa
meningkat pasca pileg maka sangat disayangkan kejadian demikian, karena telah
menciderai makna sejati pemilihan umum legislatif (pileg) wahana pendidikan
politik rakyat sekaligus pesta demokrasi yang seharusnya mendatangkan
kebahagiaan. Tetapi, bila para caleg kalah nantinya banyak yang menderita
stres, sakit jiwa, karena telah menghabiskan harta kekayaan yang
ditabur-taburkan pada proses pileg tanpa kalkulasi peluang menang atau mendapat
kursi maka hal itu merupakan kesalahan besar yang perlu direnungkan
sedalam-dalamnya.
Dari pengamatan penulis beberapa
kali pemilihan umum di negeri ini, bahwa para kandidat legislatif masih banyak
yang tidak membuat kalkulasi peluang menang atau memperoleh kursi DPR RI, DPD
RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota secara matang. Padahal, kalkulasi
peluang menang sangat diperlukan setiap kandidat agar tidak terbuai bayang-banyang
semu yang bisa menimbulkan kekecewaan di kemudian hari. Belum lagi, parameter
ketokohan seseorang di mata rakyat. Tidak mustahil juga para caleg adalah
sosok-sosok yang tak pernah dikenal masyarakat sebelum masa pencalegan sehingga
sangat menyulitkan ketika melakukan sosialisasi ke masyarakat. Salah satu rumus
instan yang kerap dilakukan caleg-caleg seperti itu adalah menabur-naburkan
berbagai kebaikan seperti; memberi sembako, sandang-pangan,
sumbangan-sumbangan, memberi papan bunga, dan lain-lain yang tentu membutuhkan
biaya sangat besar pula.
Pemberian seperti itu, belum bisa
menjadi jaminan perolehan suara pada pileg nanti, karena fenomena yang tubuh di
masyarakat saat ini, siapa pun yang menawarkan, memberi akan di tamping, soal
memilih itu urusan nanti. Kondisi inilah yang perlu dicermati para caleg agar
tak terlalu optimistis meraih kemenangan sehingga lupa mempersiapkan diri
menerima kekalahan.
Sistem
pemilihan legislatif 2014 membuka pertarungan terbuka antar caleg dalam
internal partai dan pertarungan caleg antara partai. Pertarungan antar caleg di
internal partai dengan sistem suara terbanyak memungkinkan antar caleg di dalam
satu partai saling bantai-membantai, dan tidak mustahil juga saling menjatuhkan
satu sama lain. Padahal, pertarungan antar caleg dalam satu partai seharusnya
tidak elegan sebelum partai bersangkutan memperoleh kursi dari alokasi kursi di
satu daerah pemilihan (Dapil) tertentu.
Pertarungan
paling pertama dan utama sebenarnya adalah bagaimana supaya partai itu mendapat alokasi kursi pada dapil, karena
bila suatu partai tidak mendapat alokasi kursi maka perolehan suara partai akan
musnah atau hilang. Pertarungan antar caleg dalam satu partai akan sia-sia.
Karena itu, sangat keliru besar apabila caleg-caleg dalam satu partai
‘bantai-membatai’ dengan melancarkan kampanye hitam untuk menyerang caleg
separtainya. Selain tidak menarik simpatik konstituen, tindakan itu
mencerminkan ambisius caleg sekaligus merugikan partainya.
Kemampuan,
kecerdasan membuat kalkulasi peluang menang, selain meminimalisasi biaya para
caleg juga mempersiapkan diri menerima apapun hasil pileg nanti supaya tidak
stres ataupun sakit jiwa sebagaimana sinyalemen masyarakat terhadap caleg pasca
pileg.
Sesuai
ketentuan undang-undang pemilihan umum legislatif (Pileg) 2014 jumlah caleg setiap
partai 100 persen x alokasi kursi, jumlah partai politik peserta pemilu
sebanyak 12 partai. Misalnya; DPRD Kota
Medan sebanyak 50 kursi maka jumlah caleg yang bertarung memperebutkan kursi
tersebut, 50 kursi x 12 partai = 600 caleg. Jumlah yang kalah atau tidak
memperoleh kursi sebanyak 550 orang. Bila dipertajam lagi dengan pembagian
daerah pemilihan (dapil). Alokasi kursi di Dapil Medan 3 sebanyak 8 kursi yang
meliputi; Medan Baru, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Helvetia yang akan
diperebutkan 12 partai x 8 caleg = 96 caleg.
Dalam
hal inilah perlu dilakukan kalkulasi peluang menang secara cermat dan cerdas,
partai-partai mana yang berpeluang besar memperoleh alokasi kursi. Jika
seandainya, seluruh partai mencermati peluang menang dengan seksama maka saat
ini juga telah mendapat gambaran hampir dapat dipastikan partai mana saja dari
12 partai tersebut yang berpeluang besar memperoleh jatah kursi di Dapil Medan
3.
Untuk
memberi gambaran, pada Pileg 2009 yang pesertanya 48 partai, alokasi 7 kursi, yang
berhasil memperoleh kursi di Dapil Medan 3 antara lain; Partai Demokrat 2
kursi, Partai Golkar 1 kursi, PDP-Perjuangan 1 kursi, Partai Damai Sejahtera
(PDS) 1 kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 1 kursi, Partai Persatuan Rakyat
Nasional (PPRN) 1 kursi. Dari perolehan kursi itu bila dianalisis dengan
cermat, cerdas akan memberi gambaran bagi partai-partai peserta di pemilihan
legislatif 2014 akan datang, dan hal yang sama bisa dijadikan dasar kalkulasi
peluang menang di daerah-daerah lain.
Sebab,
alangkah naifnya terlalu optimistis memperoleh kemenangan tanpa mengkalkulasi peluang menang dengan
memperhitungkan langkah-langkah yang telah dilakukan sehingga tidak mimpi di
siang bolong. Kecermatan, kecerdasan caleg untuk melakukan kalkulasi peluang
menang sebelum 9 Apil 2014 sangat diperlukan supaya tidak terperosok ke dalam
lubang sedalam-dalamnya, serta resiko fatal pada diri caleg pasca pemilu.
Mengorbankan
segala hal tanpa mengkalkulasi peluang menang adalah tindakan kurang cerdas dan
akan menuai segunung kekecewaan, kecuali para caleg sejak semula berniat tulus
memberi pendidikan politik kepada rakyat sebagai tanggung jawab warga negara
yang baik. Akan tetapi, hal itu masih sangat jauh dari ranah berpikir dan bertindak
para kandidat yang bertarung saat ini. Buktinya, sesama satu partai saja pun
saling sikut-menyikut, saling menjelekkan, dan perang terbuka antar caleg
semata-mata dilatari ambisi dan egoisme pribadi untuk meraih kekuasaan. Jadi,
sangat sulit diterima logika akal sehat seorang caleg tidak didorong ambisi
berkuasa walaupun mengeluarkan dana cukup signifikan.
Tidaklah
terlalu tendensius bila dikatakan, bahwa banyak caleg-caleg yang tidak mampu
melakukan kalkulasi peluang menang pada pileg 2014, sebab bukti berbicara para
caleg masih cenderung mengandalkan kemampuan finansial daripada menawarkan visi
perjuangannya kepada masyarakat seandainya terpilih kelak sebagai wakil rakyat.
Bahkan, ada caleg yang tidak mampu menjelaskan visinya secara konkrit ketika masyarakat
mempertanyakan pada saat datang sosialisasi. Padahal, pada kesempatan seperti
itulah para caleg menjelaskan visi-misinya secara langsung kepada masyarakat
supaya bisa diketahui layak tidaknya mengemban aspirasi rakyat.
Para
caleg harus memahami rakyat sekarang sudah semakin pintar dan cerdas, dan tidak
semua mau “menjual diri” atau memilih caleg karena dapat uang, sembako,
sandang-pangan, dan aneka kebaikan sesaat, karena rakyat sudah tahu pemberian
itu nanti akan di kompensasi ketika kekuasaan sudah di tangan. Berbagai
kasus-kasus korupsi, penyelewengan jabatan, pengabaian aspirasi rakyat dari
wakil-wakilnya adalah akibat politik transaksional dalam merebut jabatan. Bila
saat ini rakyat menerima pemberian caleg-caleg belum menjamin mereka memilih,
bahkan di kalangan masyarakat kini berembus kencang slogan “Terima uangnya
jangan pilih orangnya” sebagai puncak gunung es kekecewaan terhadap para
penabur janji, pengidap penyakit lupa karena di mabuk kekuasaan. Oleh sebab
itu, para caleg kiranya membuat kalkulasi peluang menang sebelum terjerembab
pada penyesalan dan kekecewaan amat sangat dalam, termasuk berhati-hati
menggelontorkan berbagai kebaikan sesaat seperti, politik uang (money politic) yang belum menjamin suara
pemilih. Persiapkan diri siap kalah siap menang supaya tidak stres, sakit jiwa
pasca pemilihan legislatif. Pemilihan adalah kompetisi yang di dalamnya ada
yang kalah ada pula yang menang. Rakyat berdaulat untuk memilih dan menentukan
siapa yang layak dan pantas diserahi amanah sebagai wakil rakyat.
Selamat
berdemokrasi ! Pepatah klasik mengatakan’ “Pikir itu pendapatan, sesal kemudian
tak berguna. Petarung handal selalu berprinsip “Dalam pertarungan menang dan
kalah adalah hal yang wajar dan biasa”.
Medan, 9 Maret 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.