Pilgubsu 2018 Tak Boleh Mengusik
Pluralisme-Multikultural Sumut.
Oleh: Drs. Thomson Hutasoit.
Pemilihan gubernur Sumatera Utara
(Pilgubsu) 2018 adalah agenda lima tahunan yang diamanahkan peraturan
perundang-undangan untuk memilih calon gubernur/wakil gubernur Sumatera Utara
periode 2018-2023 untuk memimpin daerah menuju Sumatera Utara Hebat, Sumatera
Utara Jaya agar janji proklamasi masyarakat makmur, sejahtera berkeadilan bagi
seluruh rakyat Sumatera Utara, tanpa kecuali bisa terwujud nyata. Suksesi kepemimpinan
untuk menghadirkan pemimpin otentik atau pemimpin untuk semua merupakan
pemikiran esensial fundamental dari seluruh stakeholders Provinsi Sumatera
Utara agar seluruh energi besar penyelenggaraan Pilgubsu 2018 tidak terbuang
sia-sia tanpa arti dan makna bagi rakyat Sumatera Utara.
Arti dan makna hakiki suatu
kontestasi politik, terutama pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadasung)
ialah kedaulatan rakyat memilih calon pemimpinnya secara langsung, sehingga
kepala daerah, baik gubernur, bupati/walikota merupakan pilihan rakyat untuk
memimpin daerah lima tahun ke depan. Oleh karenanya, partisipasi rakyat pemilih
sungguh sangat menentukan hadirnya kepala daerah berkualitas untuk menggawangi
pemerintahan daerah sebagaimana didambakan agar pemerintahan bersih, bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tidak sekadar khayalan di alam mimpi.
Rakyat pemilih selaku pemilik kedaulatan harus mampu menggunakan momentum
strategis Pilgubsu 2018 untuk mendaulat dan menghadirkan gubernur/wakil
gubernur yang bisa diharapkan mengemban amanah kepercayaan rakyat secara
optimal. Karena itu, rakyat Sumatera Utara harus benar-benar mengetahui,
mengenal, memahami rekam jejak (track
record) prestasi kinerja setiap kandidat yang berkompetisi dalam Pilgubsu
2018 akan datang.
Salah satu deteksi dini terhadap
perilaku kandidat gubernur/wakil gubernur Sumatera Utara ialah memerhatikan
perilaku setiap kandidat mengemban tugas dan tanggung jawab ketika diberi
amanah kepercayaan rakyat untuk menduduki jabatan sebelumnya. Artinya,
bagaimana perilaku kandidat bersangkutan ketika menduduki jabatan tertentu,
apakah bisa dipercaya dan apakah memiliki rekam prestasi kinerja atau
sebaliknya. Karena sulit diterima akal sehat, seseorang tak bisa dipercaya
serta tak memiliki rekam prestasi kinerja spektakuler bisa diharapkan
berprestasi gemilang pada level kepemimpinan lebih tinggi dan lebih kompleks.
Hal itu juga dikatakan Stephen P Robbins Ph.D dalam bukunya berjudul ‘The Truth
About Managing People (2008)’ “Prediktor terbaik perilaku seseorang di masa
depan ialah perilakunya di masa lalu”. Artinya, seseorang berperilaku koruptif,
kolutif, nepotif (KKN), menyakiti hati rakyat, berlaku diskriminatif, sering
melanggar peraturan perundang-undangan, mengeksploitasi hak rakyat, diktator otoriter,
mengkhianati amanah kepercayaan rakyat, suka mengadudomba atau membenturkan
rakyat, serta memiliki tabiat buruk di masa lalu, sulit dipercaya menjadi
pemimpin otentik atau pemimpin untuk semua di masa depan, sehingga sangat
keliru besar dan sesat pikir jika dipilih dan dimenangkan pada Pilgubsu 2018
akan datang. Indikasi utama dan pertama ini tidak boleh sekali-sekali
disepelekan ataupun diabaikan karena terjebak kedermawanan sesaat seperti
bagi-bagi uang, sentimen fanatisme buta berdasarkan isu sectarian-primordial
seperti isu suku, agama, ras, dan antaragolongan (SARA), putera daerah, politik
uang (money politics), dan lain sebagainya.
Pilgubsu sejatinya adalah pesta
demokrasi rakyat untuk memilih gubernur/wakil gubernur untuk semua rakyat Sumatera
Utara sehingga harus pula dimaknai sebuah festival gagasan atau visi-misi
setiap kandidat berkompetisi untuk menawarkan pemikiran cerdas dan jenial
membangun Sumatera Utara lebih hebat dan lebih jaya lima tahun ke depan. Karena
itu, setiap pasangan kandidat wajib hukumnya memberi pendidikan politik rakyat
melalui kompetisi sehat, aman dan nyaman tanpa mengangkat isu-isu sensitif
mengusik harmoni dan kondusivitas rakyat Sumatera Utara yang sangat menjunjung
tinggi pluralisme-multikultural selama ini.
Jangan lupa, salah satu keistimewaan
Provinsi Sumatera Utara ialah kesadaran penghormatan, penghargaan terhadap
perbedaan, keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan sehingga Prtovinsi Sumatera
Utara menjadi salah satu barometer kondusivitas daerah di tingkat nasional.
Sumatera Utara adalah “Miniatur NKRI” sangat toleran terhadap kebhinnekaan satu
sama lain. Perbedaan suku, agama, ras, antargolongan (SARA) serta asal-usul
(daerah) tak pernah dipermasalahkan, apalagi dipersoalkan satu sama lain dalam
ruang aktivitas masing-masing. Komunitas-komunitas berbeda saling berasimilasi
melalui asimilasi perkawinan yang selanjutkan akan melahirkan asimilasi
kebudayaan menjadikan persaudaraan, pershabatan diatas kebhinnekaan pelangi
hidup dan kehidupan rakyat Sumatera Utara sangat indah bagaikan pelangi indah
diufuk biru. Hal itu sungguh fatal jika diusik, dirusak, dibenturkan hanya demi
kemenangan Pilgubsu 2018. Karenanya, siapapun pasangan calon gubernur/wakil
gubernur Sumatera Utara 2018 yang mencoba-coba mengusir, merusak,
mengobok-obok, membenturkan, mengadudomba rakyat Sumatera Utara dengan
mengangkat sentimen sektarian-primordial dalam Pilgubsu 2018 TIDAK PERLU DIPILIH dan DIMENANGKAN karena mereka TAK PANTAS DAN LAYAK MEMIMPIN SUMATERA
UTARA lima tahun ke depan. Mereka adalah pemimpin haus kuasa yang
menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.
Rakyat Sumatera Utara harus cermat,
cerdas memerhatikan perilaku dan tabiat para kandidat, apakah bisa dipercaya
mengemban amanah kepercayaan rakyat agar “Sumatera Utara Bangkit” dari catatan
buram 10 tahun belakangan ini yang gubernurnya dua kali berturut-turut masuk
penjara, serta beberapa bupati/walikota masuk hotel prodeo akibat terjerat
tindak pidana korupsi menjadi “aib” tak terperikan bagi rakyat Sumatera Utara di
kancah nasional maupun di mata dunia internasional. Gubernur, bupati/walikota
masuk penjara harus dimaknai kekeliruan, kesalahan fatal rakyat pemilih tidak
mampu memilih yang paling baik dari yang baik karena masih terjebak pemilih
emosional berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), putera
daerah, politik uang (money politics) menjadikan rakyat pemilih “gagal” memilih
calon gubernur/wakil gubernur bersih, jujur, berani, kompeten, mumpuni,
berprestasi, serta berintegritas teruji dan terbukti ketika mengemban amanah
kepercayaan rakyat pada masa lalu.
Pertanyaan mendasar saat ini ialah
apakah rakyat Sumatera Utara mau mengulangi kesalahan ketiga kalinya dalam
memilih gubernur/wakil gubernur 2018 ???????????????????? Bila rakyat Sumatera
Utara masih mau mengulangi untuk ketiga kalinya, maka dambaan “Sumatera Utara
Bangkit” pasti tak terwujud nyata, malah menjadi “Sumatera Utara Bangkrut”
serta mendatangkan kesengsaraan berkepanjangan di segala lini kehidupan
masyarakat. Ingat Bung Karno mengatakan, “Hanya keledai mau terperosok dua kali
kedalam satu lobang yang sama”. Apakah tidak memprihatinkan dan mengecewakan
potensi besar Provinsi Sumatera Utara tak mampu mendatangkan kemakmuran,
kesejahteraan berkeadilan tak mampu dihadirkan secara nyata karena belum
ditemukan gubernur/wakil gubernur memiliki kompetensi, kredibilitas, kapasitas,
kapabilitas mengembangkan potensi keunggulan daerah ini ?????????????????
Calon gubernur/wakil gubernur
“merasa mampu” tanpa catatan atau rekam prestasi kinerja spektakuler tidaklah
cukup untuk memimpin “Sumatera Utara Bangkit, Sumatera Utara Hebat”, melainkan
kandidat gubernur/wakil gubernur memiliki reputasi tinggi teruji dan terbukti,
sebab sungguh keliru besar dan sesat pikir menjadikan Sumatera Utara ajang
coba-coba. Jika rakyat Sumatera Utara menginginkan laju pertumbuhan kemajuan
pembangunan spektakuler untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain maka
kunci satu-satunya ialah MEMILIH CALON
GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR paling
berkompeten berdasarkan rekam jejak (track
record) prestasi kinerja teruji dan terbukti sebelumnya. Sumatera Utara
tidak membutuhkan kandidat yang menggunakan taktik strategi mengangkat
sentimen-sentimen politik identitas untuk meraih suara yang dapat mengusik,
merusak harmoni dan kondusivitas masyarakat yang terbangun selama ini. Rakyat
Sumatera Utara mendambakan gubernur/wakil gubernur otentik, pemimpin untuk
semua karena Sumatera Utara milik seluruh rakyat, tanpa kecuali. Karena itu,
jangan korbankan daerah ini demi syahwat berkuasa. Jangan usik, rusak,
benturkan harmoni, kondusivitas Sumatera Utara dengan isu SARA, putera daerah
dan politik uang, karena hal itu beresiko fatal dan sangat bebahaya.
Pepatah klasik mengatakan, “pikir
itu pendapatan, sesal kemuadian tak berguna”.
Medan,
09 Pebruari 2018
Drs.
Thomson Hutasoit.
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja
Instansi Publik (ATRAKTIP), Wapemred SKI ASPIRASi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.