Langkah Konkrit Wujudkan Harapan Baru Sumatera
Utara.
Oleh : Thomson Hutasoit.
Slogan, jargon harapan baru (new hope) Sumatera Utara adalah
cita-cita mulia mewujudkan pemerintahan daerah Sumatera Utara yang baik dan
benar, bersih, jujur, kompeten,
profesional, partisipatif, transparan dan berintegritas. Tata kelola
pemerintahan daerah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme
adalah amanah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Cita-cita mulia itu, tentu tidaklah cukup sekadar teori, retorika, wacana
belaka, melainkan langkah riil dapat diukur melalui parameter evaluatif
penyelesaian masalah membelenggu Sumatera Utara selama ini.
Provinsi Sumatera Utara adalah
provinsi terbesar ketiga memiliki potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya
manusia (SDM) serta pluralisme-multikultural sangat luar biasa sehingga bila
dikelola dengan baik dan benar serta profesional akan menjadi kekuatan dahsyat
mewujudkan provinsi terhebat di negeri ini. Potensi besar sumber kemakmuran,
kesejahteraan yang tersebar di 33 kabupaten/kota hingga kini masih belum mampu
diefektifkan optimal meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), baik provinsi
maupun kabupaten/kota di Sumatera Utara. Bahkan paling mengecewakan dan
menjengkelkan hingga kini belum satupun kabupaten/kota mampu mencatatkan diri
penghasil komoditi unggulan spesifik berdaya saing di pasar domestik maupun di
pasar internasional. Padahal, tujuan hakiki otonomi daerah ialah mendorong
kabupaten/kota menggali, mengindentifikasi, menginventarisasi, memetakan, serta
membuat matriks-matriks seluruh potensi daerah akan ditawarkan kepada investor,
baik investor domestik maupun investor asing agar pertumbuhan kemajuan
pembangunan daerah berjalan cepat. Pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota)
harus mampu melakukan terobosan-terobosan baru, cerdas dan jenial mengefektifkan
potensi daerah seoptimal mungkin. Sebab kemajuan ataupun ketertinggalan suatu daerah dibandingkan
daerah lain tidak terlepas dari kecerdasan, kejenialan mengenal keunggulan,
kelemahan daerah tersebut. Artinya, pemerintah daerah bersama DPRD harus mampu
membuat “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)” agar fokus melahirkan arah
kebijakan pembangunan daerah yang tercermin di dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah,
maupun Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJPen) Daerah yang dijabarkan
konkrit didalam arah politik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
setiap tahun. Prioritas pembangunan harus benar-benar diarahkan mendorong
pertumbuhan sektor lain sehingga akselerasi pembangunan mendorong multiplier efek percepatan
pertumbuhan sektor lain. Karena itulah dituntut kecerdasan, kejenialan
pemerintah daerah bersama DPRD melahirkan peraturan daerah (Perda), peraturan bupati (Perbub), peraturan walikota
(Perwal) didasarkan atas “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)” supaya
benar-benar solusi masalah riil.
Jika diperhatikan cermat dan seksama
visi-misi calon gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon
walikota/wakil walikota pada saat kontestasi kadangkala sungguh sangatlah menggelikan
serta tak masuk akal. Sebab visi-misi terlalu muluk-muluk dan tidak didasarkan
pada kondisi riil tata kelola pemerintahan daerah berbasis “Daftar Inventarisasi
Masalah (DIM)” harus segera dibenahi untuk memberi dan membangkitkan harapan
baru bagi rakyat Sumatera Utara lima tahun ke depan.
Visi-misi
kandidat kepala daerah masih cenderung bersifat retorika, wacana membius alam
sadar dan mimpi indah meninabobokkan calon pemilih, apalagi ditambah bumbu-bumbu kedermawanan sesaat politik uang (money politics) menjadikan visi-misi
hanya sekedar kosmestik politik penciteraan diri ala marketing produk di pasar.
Padahal, visi-misi yang baik dan berkualitas memberi pendidikan politik
dikorelasikan kondisi riil harus diperbaiki agar kandidat terpilih memberi
harapan baru (new hope) tata kelola
pemerintahan daerah lima tahun ke depan.
Karena itu, visi-misi seharusnya
didasarkan pada “Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)” Provinsi Sumatera Utara
perlu segera diselesaikan calon kepala daerah, antara lain:
1. Tata
kelola pemerintahan daerah Sumatera Utara berstigmatisasi negatif yakni; “SUMUT
(semua urusan memerlukan uang tunai)” yang mencerminkan tata kelola
pemerintahan daerah masih diselubungi “pungutan liar (Pungli)” mengakibatkan timbulnya
biaya tinggi (high cost) dan
inefisiensi berpotensi menghambat pertumbuhan investasi di Sumatera Utara.
Biaya tinggi (high cost), pengurusan
legalitas perizinan berbelit-belit akan menurunkan animo investor menanamkan
investasi di Sumatera Utara. Sebab, harus dimengerti dan dipahami paripurna, investor
selalu mencari daerah paling efisien, aman dan nyaman agar kepastian berusaha dapat
dijamin seoptimal mungkin. Efisiensi biaya, waktu dan jaminan kenyamanan berusaha
adalah salah satu faktor pertama dan utama daya tarik terhadap investor
menanamkan modal di satu daerah.
Calon
gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon walikota/wakil
walikota harus mengerti, memahami hal itu mendalam dan mendetail. Selanjutnya calon
kepala daerah harus mampu mengubah stigma negatif tersebut menjadi “SUMUT
(semua urusan mudah dan transparan)” agar harapan baru pertumbuhan investasi di
daerah Sumatera Utara meningkat dari waktu ke waktu.
Mengubah
pameo “SUMUT (semua urusan memerlukan uang tunai) menjadi (semua urusan mudah
dan transparan)” adalah visi-misi cerdas dan jenial didasarkan pada daftar inventarisasi masalah (DIM) selama ini. Visi-misi
ini adalah sebuah terobosan baru perlu
disambut dan didukung seluruh rakyat bila menginginkan Sumatera Utara Hebat,
Sumatera Utara Jaya, Sumatera Utara Berdaya Saing di kancah nasional maupun
internasional. Dan harus disadari mendalam dan mendetail faktor pertama dan
utama penghambat pertumbuhan investasi di daerah Sumatera Utara adalah tata
kelola pemerintahan daerah “semua urusan memerlukan uang tunai (SUMUT)” yang
sangat membebani calon investor, dan hingga saat ini belum mampu dikikis dan dibersihkan dari karakter
pemangku kekuasaan di daerah ini. Karakter buruk aparatus penyelenggara
pemerintahan daerah, “untuk apa dipercepat kalau bisa diperlambat” harus segera
“direvolusi” menjadi “cepat, mudah dan transparan” agar pemerintahan daerah
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) bisa diwujudkan
konkrit.
Di
era kemajuan teknologi informasi dan era digital, pemerintah daerah Sumatera
Utara perlu segera menerapkan E-Procedure, E-Planning, E-Budgeting,
E-Pengawasan, E-Catalog, E-Perda dan lain sebagainya yang bisa diakses publik
seluas-luasnya. Karena keterbukaan informasi publik meminimalisir korupsi,
kolusi, nepotisme (KKN) maupun pungutan liar (Pungli) lainnya.
2. Transparansi
tata kelola pemerintahan daerah, memberi akses publik seluas-luasnya terhadap
arah kebijakan pemerintahan daerah Provinsi Sumatera Utara, maupun
kabupaten/kota sehingga peran serta masyarakat ataupun partisipasi publik
terlibat aktif mengawasi kinerja pemerintah daerah. Hal itu sangat penting dan
urgen meminimalisasi penyimpangan, penyelewengan sejak dari perencanaan,
pelaksanaan maupun evaluasi agar seluruh kinerja pemerintah daerah efektif,
efisien, transparan dan akuntabel.
Sungguh
tak masuk akal, keliru besar dan sesat pikir bila masih ada pemangku kekuasaan
alergi terhadap transparansi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
yang merupakan dokumen publik masih diposisikan dokumen rahasia dan tertutup
dari akses publik adalah kekeliruan dan kesalahan fatal melanggar hukum tak
bisa ditolerir. Menutup-nutupi dokumen publik adalah perilaku, karakter buruk
penyelenggara pemerintahan daerah, sebab ketertutupan mengundang kecurigaan
besar dalam tata kelola pemerintahan bersih dan bebas dari korupsi, kolusi,
nepotisme (KKN), melanggar Keterbukaan
Informasi Publik (KIP), Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,
mengharuskan transparansi dan peran serta masyarakat seluas-luasnya.
Transparansi
sebatas retorika sebagaimana artikel penulis di ‘Tabloid Vista Medan’ tahun
2006 lalu membuat para pemangku kekuasaan di daerah ini terperanjat harus
menjadi perhatian serius dari calon kepala daerah pada Pilkada serentak 2018 di
Sumatera Utara, bahkan di seluruh Indonesia agar benar-benar memberi harapan
baru dalam tata kelola pemerintahan daerah yang baik dan benar serta
profesional. Menampung, mendengar pendapat umum (public hearing), baik formal maupun informal adalah perintah
undang-undang. Rapat dengar pendapat (RDP), musyawarah perencanaan pembangunan
daerah (Musrenbangda), reses DPRD, melibatkan akademisi, pakar maupun publik
seluas-luasnya wajib hukumnya dilaksanakan sebab muara kebijakan pemerintahan daerah tidak lain
dan tidak bukan adalah publik, tanpa kecuali. Oleh karenanya, publik harus
mengetahui, mengerti dan memahami hak dan kewajiban yang diatur didalam
peraturan daerah (Perda) maupun kebijakan pemerintahan daerah lainnya.
Pemerintah
daerah Sumatera Utara, pemerintah daerah kabupaten/kota harus segera membuka
informasi daerah melalui website yang bisa diakses publik kapan saja.
3. Melaksanakan
Lelang Jabatan terbuka dan transparan bagi jabatan struktural (SKPD, Badan) melalui
seleksi terbuka dan independen sehingga terlahir pejabat struktural handal,
mumpuni, professional, visioner, kreatif, inovatif, bersih, jujur,
berintegritas. Dengan demikian jabatan struktural ataupun badan benar-benar
dipangku orang-orang kompeten, bersih, jujur, handal, profesioanal dan
berintegritas.
Lelang
Jabatan terbuka dan transparan akan menghindari penempatan pejabat atas faktor
suka atau tak suka (like or dislike),
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebaliknya, penempatan pejabat publik atas
dasar penilaian subyektivitas (suku, agama, ras, dan antargolongan/SARA) dan
berbau KKN akan melahirkan pejabat
struktural tak kompeten, tak berprestasi. Padahal, ujung tombak pemerintahan
daerah berada di pundak pejabat struktural bersangkutan. Kredibilitas,
kapasitas, kapabilitas, serta integritas pemangku jabatan struktural inilah
sejatinya motor percepatan kemajuan pembangunan di segala lini kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara. Karena itu, visi-misi calon kepala daerah harus
jelas dan tegas menggambarkan hal itu supaya benar-benar memberi harapan baru
bagi rakyat Sumatera Utara lima tahun ke depan.
4. Masalah
Pertanahan, Kehutanan dan Hak Keperdataan Masyarakat Hukum Adat serta Aset
Daerah, adalah masalah krusial Sumatera Utara hingga kini masih merupakan kasus
endemik membutuhkan perhatian serius gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil
bupati, walikota/wakil walikota terpilih pada Pilkada Serentak 2018. Kasus-kasus
ini telah menyita energi besar, bahkan telah menimbulkan gesekan, bentrok,
konflik dan korban nyawa manusia. Permasalahan tersebut telah menimbulkan
gesekan, bentrok, konflik berkepanjangan, baik antara masyarakat dengan
masyarakat, masyarakat dengan pengusaha, masyarakat dengan pemerintah daerah,
pengusaha dengan pemerintah daerah, selama puluhan tahun, tanpa solusi tegas dan
jelas. Kasus-kasus ini telah menyita perhatian nasional maupun internasional.
Permasalahan tanah, kehutanan dan hak keperdataan masyarakat hukum adat, serta
aset daerah peringkat pertama masalah paling krusial amat sangat sulit dituntaskan
pemerintah daerah Sumatera Utara selama ini. Penyelesaian bertele-tele, lambat
dan lamban telah mendorong lahirnya “Mafia Tanah, Mafia Hutan, Mafia Aset” menguasai tanah, hutan dan aset daerah tak
ketulungan luasnya. Hal itu, sungguh menyedihkan, mengecewakan sekaligus
memalukan karena telah jadi menu media nasional maupun internasional berkait
erat dengan hak asasi manusia (HAM), kepastian hukum, hak memperoleh
penghidupan yang layak di negara demokrasi.
Gubernur
Sumatera Utara telah silih berganti, tetapi penyelesaian masalah ini tak pernah
tuntas. Gubernur Tengku Rizal Nurdin,
Rudolf M Pardede, H. Syamsul Arifin, Gatot Pujo Nugroho, Tengku Erry Nuradi
belum bisa menyelesaikan permasalahan tanah, hutan dan hak keperdataan
masyarakat hukum adat serta aset daerah dengan tuntas. Bahkan, ketika Gubernur
Tengku Rizal Nurdin masih berkuasa penulis meminta supaya permasalahan tanah eks HGU PTPN II diselesaikan tuntas sebab
berpotensi “Boom Waktu” bagi Sumatera Utara di masa akan datang.
Penyelesaian
tanah eks HGU PTPN II semakin rumit dan membingungkan. Bahkan muncul “mafia
tanah” menguasai tanah eks HGU PTPN II dengan luas tak terbatas. Sementara
kelompok masyarakat penggarap jumlahnya ribuan kepala keluarga semakin tak
jelas nasibnya. Padahal luas tanah yang mereka garap hanya sebatas tapak tempat
tinggal untuk berteduh dari sengatan terik matahari, dinginnya embun malam tak
memperoleh kepastian. Gelombang unjuk rasa ke DPRD Provinsi Sumatera
Utara, DPRD Kabupaten/Kota mempertanyakan kepastian hukum seperti angin
lalu saja. Mereka sering mendapat
perlakuan tak manusiawi apalagi bersentuhan dengan “raksasa” bermodal besar
serta berakses pada puncak kekuasaan menambah penderitaan mereka semakin
lengkap dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun.
Demikian
juga permasalahan kehutanan dan hak keperdataan masyarakat hukum adat, dengan
alasan investasi, masyarakat hukum adat tercerabut, terampas hak keperdataannya
dari akses hak tanah ulayat dan hutan
hukum adat purba hingga mereka tergusur dari tanah leluhurnya. Hal itu, sungguh
sangat menyedihkan dan memprihatinkan. Mereka
didudukkan pelanggar hukum, menguasai hutan secara melawan hukum, serta diseret
pesakitan hukum di pangadilan. Sungguh tak masuk akal, masyarakat hukum adat memperjuangkan
hak keperdataanya dijadikan pesakitan hukum dan masuk penjara. Sementara
pemilik modal besar bebas “menjarah” tanah, kehutanan, aset daerah, tanpa
batas. Aset daerah juga bernasib sama, sekalipun DPRD Provinsi Sumatera Utara
telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Aset Daerah tapi penyelesaian aset
daerah hingga kini tak pernah jelas dan tuntas. Aset daerah Provinsi Sumatera
Utara “hilang atau raib” serta dikuasai pihak lain tanpa publikasi taransparan.
Calon
gubernur/wakil gubernur, calon bupati/wakil bupati, calon walikota/wakil walikota
pada Pilkada Serentak 2018 harus menuangkan kasus-kasus klasik ini dengan tegas
dan jelas didalam visi-misinya agar muncul harapan baru bagi rakyat Sumatera
Utara yang telah terlunta-lunta, mempertaruhkan nyawa memperjuangkan hak dan nasibnya
selama ini.
Pilgub,
Pilbub, Pilkot bukanlah sekadar pergantian (suksesi) kepala daerah , melainkan
menghadirkan kepala daerah yang mampu dan handal menyelesaikan permasalahan
pertanahan, kehutanan dan hak keperdataan masyarakat hukum adat, serta aset
daerah Sumatera Utara yang dikuasai “mafioso-mafioso” melalui berbagai
“perselingkuhan, persekongkolan, persubahatan jahat” selama ini. Tekad kuat menyelesaikan
permasalahan tanah, kehutanan dan hak masyarakat hukum adat, serta aset daerah
adalah harapan baru bagi seluruh rakyat Sumatera Utara.
Kepala
daerah terpilih 2018 harus menunjukkan keinginan kuat, tekad bulat menerbitkan
peraturan daerah (Perda) Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat untuk
melindungi hak-hak masyarakat hukum adat
beserta eksistensinya dalam berbangsa bernegara. Kemampuan, kemauan kuat
menuntaskan kasus-kasus ini menjadi perhatian serius sekaligus
penilaian menentukan pilihan terhadap kandidat berkompetisi.
5. Pengembangan
Danau Toba destinasi wisata di wilayah barat Indonesia, adalah dambaan rakyat
Sumatera Utara, khususnya masyarakat sekitar Kaldera Toba. Danau Toba “Ikon Sumatera Utara” hingga kini
masih mendambakan kehadiran gubernur/wakil gubernur bertekad kuat mengembangkan
“Danau Toba Destinasi Wisata” dan menempatkannya prioritas pembangunan Sumatera
Utara lima tahun ke depan. Beberapa calon gubernur/wakil gubernur telah
mengangkat “Danau Toba” menu kampanye di masa lalu. Tetapi, ketika telah
terpilih jadi gubernur/wakil gubernur “Danau Toba” tak pernah dijadikan
prioritas pembangunan daerah, sehingga wajah Danau Toba tak pernah berubah dari
waktu ke waktu. Buktinya, pengembangan “Danau Toba” destinasi wisata tak pernah
dijadikan prioritas mata anggaran pada APBD provinsi maupun APBD kabupaten
berakses ke Danau Toba. Malah sebaliknya, Danau Toba dijadikan ladang
“eksploitasi” sumber pendapatan asli daerah (PAD) tanpa perhatian serius
meningkatkan kualitas pembangunan sarana, prasarana memadai agar animo
wisatawan berkunjung ke Danau Toba meningkat dari masa ke masa. Hal itu harus
disadari paripurna sebuah kekeliruan besar dan sesat pikir menjadikan Danau
Toba retorika, wacana politik menu kampanye menarik suara pada saat Pilkada. Oleh
karena itu, calon gubernur/wakil gubernur memiliki visi-misi jelas dan tegas
memprioritaskan pengembangan “Danau Toba Destinasi Wisata” adalah calon paling
tepat memberi harapan baru rakyat Sumatera Utara, khususnya masyarakat di
sekitar Kaldera Toba telah lama merindukan peningkatan kemakmuran, kesejahteraan
dan keadilan. Pembangunan infrastruktur, fasilitas pendukung pengembangan
destinasi wisata serta peningkatan karakter tourism
minded harus mendapat prioritas politik anggaran bila Danau Toba tidak
sekadar retorika, wacana politik di saat-saat Pilkada.
6. Provinsi
Sumatera Utara Miniatur NKRI, sangat menghormati, menghargai perbedaan,
keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan sehingga calon gubernur/wakil gubernur
harus mampu memosisikan diri “Pemimpin untuk semua”.
Pluralisme-multikultural
penduduk Sumatera Utara harus disadari paripurna sebuah aset besar dan maha
dahsyat bila mampu dikelola dengan baik dan benar. Tetapi sebaliknya, akan jadi
ancaman besar disharmoni, ketidakkondusifan, bahkan konflik bila tidak mampu
dikelola dengan baik dan benar pula. Peran sentral kepala daerah menjaga,
merawat pluralisme-multikultural sangatlah penting dan strategis. Karena itu,
dibutuhkan pemimpin otentik berkemampuan mengelola kebhinnekaan melalui
kebijakan-kebijakan cerdas dan jenial bersifat universal supaya Sumatera Utara
benar-benar Miniatur NKRI berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal
Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Produk
peraturan daerah (Perda), peraturan gubernur (Pergub) tidak boleh sekali-sekali
bersifat parsial partisan karena berpotensi menimbulkan diskriminasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah serta disharmoni ditengah masyarakat. Calon
gubernur/wakil gubernur harus mengenal, mengerti dan memahami tipikal Sumatera
Utara mendalam dan mendetail agar mampu memosisikan diri “Pemimpin Otentik,
Pemimpin Untuk Semua” memberi harapan baru lima tahun ke depan.
7. Pemimpin
visioner, kreatif dan inovatif, mampu dan berani melakukan terobosan-terobosan
baru menggali, mengefektifkan potensi daerah meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah
telah memunculkan “dikotomi” pantai barat dan pantai timur. Bahkan kesenjangan
itu telah memunculkan perjuangan rakyat menuntu pemekaran atau provinsi baru
seperti; Provinsi Tapanuli (Protap), Provinsi Tapanuli Bagian Selatan
(Tabagsel), Provinsi Nias. Hal itu harus jadi perhatian serius, cermat dan
seksama calon gubernur/wakil gubernur sedang berkompetisi pada Pilgubsu 2018.
Jika porsi pembangunan tak merata dan tak berkeadilan, tuntutan pemekaran
provinsi tidak tertutup kemungkinan akan bergelora kembali di masa akan datang.
Karena itu, pemimpin visioner, kreatif dan inovatif sangat dibutuhkan agar
rakyat Sumatera Utara benar-benar merasakan keadilan pembangunan. Dengan
demikian “dikotomi” pantai barat dan pantai timur tidak terdengar lagi lima tahun
ke depan.
Dari
berbagai uraian tersebut diatas maka langkah konkrit mewujudkan harapan baru
Sumatera Utara adalah bagaimana menghadirkan calon gubernur/wakil gubernur
periode 2018-2023 memiliki kompetensi kepemimpinan paling kredibel, kapabel,
akuntabel, profesional, visioner, kreatif, inovatif telah terbukti dan teruji
bersih, jujur, berani, tegas, lugas, profesional serta berintegritas mengemban
amanah kepercayaan rakyat melalui rekam jejak (track record) prestasi kinerja pada jabatan publik sebelumnya.
Pilgubsu
2018 tidak boleh sekali-sekali dijadikan “gambling” atau “perjudian” maupun
ajang coba-coba, melainkan benar-benar memberi amanah kepercayaan kepada calon
gubernur/wakil gubernur paling pantas dan layak menggawangi Sumatera Utara lima
tahun ke depan.
Jadilah
pemilih cermat, cerdas dan jenial, memilih kepala daerah berdasarkan kompetensi
paling terbaik dan paling unggul dari kandidat lain. Tidak boleh sekali-sekali
terjebak pada fanatisme buta berdasarkan sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA), putera daerah maupun politik uang (money
politics) yang merusak kecerdasan berpikir serta mengotori demokrasi
bertujuan meninggikan hak asasi manusia (HAM). Jadikanlah Pilgubsu 2018
festival gagasan, visi-misi menawarkan visi-misi terbaik untuk melahirkan
harapan baru Sumatera Utara Hebat, Sumatera Utara Jaya, Sumatera Utara Berdaya
Saing, baik di kancah nasional, regional maupun internasional. Hanya
gubernur/wakil gubernur berkompetensi tinggi, berkarakter unggul memberi
harapan baru bagi Sumatera Utara. Jangan korbankan nasib Sumatera Utara hanya
demi kepentingan pribadi, kelompok maupun golongan.
Medan,
20 Pebruari 2018
Thomson
Hutasoit.
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja
Instansi Publik (ATRAKTIP), Wapemred SKI ASPIRASI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.