Bagian Kedua.
Orang yang tidak serakah.
Menurut KBBI (2007) serakah
adalah selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki; loba; tamak; rakus:
meskipun sudah kaya, ia masih serakah juga hendak mengangkangi harta
saudaranya.
Orang yang tidak serakah berarti
orang yang tidak selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki, loba, tamak,
rakus, serta tidak mengangkangi harta saudaranya.
Salah satu faktor yang mendorong
seseorang melakukan penyelewengan jabatan maupun tindak pidana korupsi adalah
keserakahan, kelobaan, ketamakan, kerakusan, serta keinginan mengangkangi harta
saudaranya.
Untuk memenuhi hasrat
keserakahan, kelobaan, ketamakan, kerakusan maka seseorang menghalalkan segala
cara sekalipun telah melanggar sumpah/janji jabatan.
Bila jiwa seseorang telah
diselimuti keserakahan, kelobaan, ketamakan, serta kerakusan maka dia tak
pernah merasa puas atas apa yang diterimanya, konon lagi mengucap syukur kepada
Tuhan menjadi suatu kemustahilan.
Sebab, manusia-manusia serakah,
loba, tamak, dan rakus tidak pernah terpuaskan hasrat birahinya serta tidak
pernah peduli dengan penderitaan orang lain.
Orang yang serakah, loba, tamak,
dan rakus tidak mengenal batas kepatutan dalam berpikir dan bertindak sehingga
seluruh tindakannya terkesan tanpa batas sepanjang menguntungkan kepada
dirinya.
Segala sesuatu yang dikerjakan
harus menguntungkan dirinya sementara nasib dan penderitaan pihak lain terluput
dari pikiran dan perhatiaannya.
Dengan cara apapun untuk
merealisasi keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan dilakakukan, baik
melalui cara-cara halus maupun kasar.
Misalnya, mengkhianati amanah
maupun kepercayaan yang diserahkan pada dirinya.
Sehingga amat bijaksana pesan
iklan Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE agar pada pemilihan Gubernur
Sumatera Utara 2013 memilih orang yang tidak serakah.
Orang serakah, tamak, loba, dan
rakus selalu disilaukan harta kekayaan serta
kekuasaan dan demi kekuasaan itu selalu melancarkan taktik dan strategi
licik untuk menggapainya.
Sementara orang yang tidak serakah
selalu berikhtiar, beraksioma mengabdikan dirinya demi kebahagiaan rakyat
banyak sehingga jabatan atau kekuasaan yang dipercayakan pada dirinya selalu
dimaknai sebuah amanah atau kepercayaan yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan benar.
Beberapa pebisnis besar dunia
yang meraih sukses sebagai pemimpin sekaligus spiritual leader :
*
Soichiro Honda.
Soichiro Honda memimpin
43 perusahaan di 28 negara. Namun, pebisnis yang hobi melukis di atas kain
sutera ini tinggal di rumah yang sangat sederhana. Ia tidak memiliki harta
pribadi dan tidak mewariskan harta kepada anak-anaknya, kecuali ilmu tentang
bagaimana hidup mandiri di dunia bisnis. Tak ada yang dicari Soichiro, selain
kebahagiaan dan ketenangan hidup.
* Kyoto Ceramics.
Kyoto Ceramics adalah sebuah perusahaan di
Jepang yang memproduksi semacam
silikon, keramik untuk komputer.
Omsetnya US$ 400 juta, laba bersih setelah dipotong
pajak 12%.
Uniknya, cara hidup mereka sederhana dan memandang rendah
kemewahan.
* Bill ”Microsoft” Gates.
Pemilik
korporasi komputer terbesar dunia, Microsoft. Bill Gates juga termasuk orang
terkaya di dunia. Sebanyak 40% penghasilan bersihnya dibagikan untuk
kemanusiaan.
* Konosuke Matsushita.
Konosuke
Matsushita adalah pemilik dan pendiri perusahaan elektronik besar dunia. Salah
satu produksinya adalah Toshiba. Ia memiliki karyawan yang jumlahnya luar
biasa. Di seluruh dunia, perusahaannya berkembang begitu pesat. Tetapi, tak ada
yang mengira bahwa hanyalah lulusan kelas 6 SD. Misi hidupnya sangat sederhana; life
is not only for bread (hidup bukan hanya untuk sekerat roti).
Kesadaran sosial (social
awareness) meliputi empati (emphaty),
orientasi pelayanan (service orientation),
mengembangkan orang lain (developing
others), kemampuan mengatasi keragaman (laveraging
diversity), dan kesadaran politis (political
awareness).
Kecerdasan spiritual dipercaya
mampu mengantarkan manusia pada ketenangan dan kesadaran diri yang tinggi saat
melakukan serangkaian aktivitas spiritual. (Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si,
2009).
Salah satu penyebab keserakahan,
ketamakan, kelobaan, dan kerakusan adalah ketika nafsu kebutuhan kepentingan diri
belum selesai.
Segala kesempatan akan digunakan
untuk memenuhi atau mewujudkan nafsu kebutuhan kepentingan diri sehingga sulit
diharapkan sebuah amanah menjadi ladang pengabdian.
Malah amanah itu akan dijadikan instrumen
mewujudkan atau memuaskan nafsu keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan
dengan menghalalkan segala cara.
Bila calon Gubernur Simatera
Utara periode 2013-2018 memiliki sifat serakah maka dia akan menyalahgunakan
jabatan dan kewenangannya membangun istana kezoliman serta imperium kapital
melalui penyelewengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ataupun
transaksi jual-beli jabatan untuk menggaruk keuntungan pribadi, kelompok maupun
golongan.
Berbagai upaya seperti korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN), kamuflase politik untuk meningkatkan citra diri,
penyesatan logika, pembohongan publik, pembelokan kebenaran dan keadilan, serta
pelanggaran sumpah/janji jabatan dianggap hal yang biasa-biasa saja sebab hati
dan pikirannya diselimuti keserakahan, ketamakan, kelobaan dan kerakusan.
Sebab orang yang serakah tidak
tahu membedakan mana yang baik mana yang buruk serta nir-urat malu atas seluruh
tindak tanduknya.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.