Bagian Ketiga.
Orang yang tidak sombong.
Salah satu karakter manusia
paling buruk adalah sombong.
Dari berbagai rekam jejak
kejatuhan para pemimpin di atas planet bumi bahwa kejatuhan seorang pemimpin selalu diawali
dengan kesombongan.
Menurut KBBI (2007) sombong
adalah menghargai diri secara berlebihan; congkak; pongah: tabiatnya agak aneh.
Bila seseorang telah diselimuti
kesombongan maka akan terpancar sifat keangkuhan, kecongkakan, takabur,
membanggakan diri, membual dan lain sebagainya.
Padahal Allah SAW sangat
melarang perilaku sombong dan amat murka pada para pelakunya.
Larangan bersikap sombong
dijelaskan Allah SAW dalam firman-Nya:
”Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (Q.S. Luqman:18).
” Dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat
menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung” (Q.S.
Al-Israa’:37).
” Adapun orang-orang yang
beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka
dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya.
Adapun orang-orang yang enggan
dan menyombongka diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan pedih,
dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka, pelindung dan penolong
selain dari Allah” (Q.S. An-Nisaa’:173).
” Maka, masukilah pintu-pintu
neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka, amat buruklah tempat orang-orang
yang menyombongkan diri itu” (Q.S. An-Nahl:29) (Akh. Muwafik Saleh, S. Sos,
M.Si, 2009).
Sebagai pemimpin nomor 1 (satu)
di provinsi seorang gubernur tentu tidak boleh memiliki sifat sombong agar
mampu menyerap denyut, detak penderitaan rakyatnya.
Seorang gubernur tidak boleh
menjadikan diri menara gading terhadap rakyat.
Jabatan gubernur tidak boleh
diartikan kekuasaan an sich tetapi
jabatan puncak pengabdian diri terhadap seluruh rakyat daerah sekaligus bapak
rakyat yang mampu melindungi dan mengayomi tanpa kecuali.
Tetapi dikala kesombongan telah
menguasai hati dan pikiran maka tali hubungan persaudaraan akan terputus sebab
gubernur telah mengubah habitatnya menjadi kasta tertinggi dari rakyat yang
dipimpinnya.
Padahal, ketika masa-masa
pencalonan, kampanye memelas dukungan dan hak pilih rakyat tanpa membedakan
tingkat intelektualitas, strata sosial, suku, agama, ras, antar golongan/SARA
maupun asal-usul.
Bahkan melakukan politik
transaksional seperti; bagi-bagi uang, sembako, pengobatan gratis,
bantuan-bantuan sosial maupun janji-janji serta komitmen politik lainnya
seolah-olah sinterklas atau dewa penolong.
Pemberian aneka bantuan sosial
tidak mustahil pula berasal dari dana-dana anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) ataupun dari dana lain hasil penyelewengan jabatan yang dilarang
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Orang yang sombong sangat gemar
dengan aneka protokoler serta berbagai pengawalan pribadi super ketat untuk
memisahkan dirinya dengan rakyat yang dipimpinnya.
Bahkan tidak mustahil pula aneka
protokoler itu telah menimbulkan berbagai kerugian serta kekecewaan publik.
Dan yang tidak masuk akal,
ketika terjadi suatu bencana urusan protokoler pejabat lebih diutamakan
daripada upaya penanggulangan atau pemulihan dampak bencana sehingga keberadaan
pejabat publik terkesan amat sangat politis dan penciteraan belaka.
Sementara orang yang tidak
sombong tidak menginginkan dan menggandrungi hal demikian sebab dirinya tidak
pernah suka terpisah dengan rakyat yang dipimpinnya.
Misalnya, Presiden RI pertama
Ir. Soekarno yang lebih populer dengan sebutan Bung Karno, Presiden RI keempat
KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sri Sultan
Hamengku Buwono X, Gubernur Sumatera Utara EWP Tambunan, Joko Widodo (Jakowi)
dan lain-lain.
Mereka-mereka ini adalah
pemimpin yang tidak sombong sekalipun tampuk kekuasaan berada di tangannya
sebab mereka mengabdikan diri demi rakyat dan bangsanya dengan penuh
kesederhanaan, kesahajaan dalam pengabdian.
Karena itulah Pdt. Halomoan
Marpaung, STh, MPSi mengatakan, Kecewa itu ”biasa”, tapi tetap memberkati meski
dikecewakan, itu ”luar biasa” (Mat 5:44).
Memaafkan itu ”biasa”, tapi
memaafkan meskipun disakiti berkali-kali, itu ”luar biasa” (Mat 5:40).
Bersyukur itu ”biasa”, tapi
bersyukur ketika tidak punya apa-apa ”luar biasa” (2 Kor 2:14).
Marilah menjadi orang yang
”biasa-biasa” tapi memiliki sikap & karakter yang ”luar biasa”.
Orang yang tidak sombong selalu
memosisikan diri ”biasa-biasa” saja tapi selalu berusaha untuk melakukan
hal-hal terbaik dari dirinya sehingga seluruh pikiran dan tindakannya menjadi
sangat ”luar biasa”.
Di dalam kesederhanaan dan
kerendahan hati para tokoh-tokoh kesohor dunia telah mengukir sejarah yang
tidak pernah lapuk di telan zaman.
Kesombongan mendatangkan
kebencian, ketidaksenangan dari manusia lain serta kemurkaan dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Tetapi kerendahan hati
mengundang simpati, empati dari pihak lain serta berkat dan anugerah dari Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Orang sombong gemar dengan
pujian, sanjungan, dan penghargaan, sementara orang rendah hati pujian,
sanjungan, dan penghargaan dijadikan alat instropeksi diri.
Orang sombong selalu menganggap
dirinya paling pintar, paling tahu, paling hebat sehingga segala bentuk kritik
dan saran dianggap tidak berguna sama sekali.
Orang sombong memilih dan
memilah siapa jadi teman, kawan, dan sahabat karena dirinya silau dengan aneka
kemewahan dan kemegahan serta kekuasaan.
Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si
dalam bukunya ” Bekerja dengan Hati Nurani” mengatakan, ”Sombong adalah makhluk
kecil berpura-pura besar”.
Mereka mengobral kelebihan yang
melekat pada dirinya dan selalu mengedepankan keakuannya.
Bahkan, di antara mereka
cenderung meremehkan harkat martabat orang lain.
Tidakkah mereka sadar bahwa
sesungguhnya mereka sedang dihinggapi penyakit mematikan, yaitu sombong ?
Ciri sifat sombong antara lain:
- Suka meremehkan orang lain.
- Egois dan angkuh (akuisme).
- Menolak kebenaran.
- Memilih-milih dalam bergaul.
- Suka membanggakan diri dan keturunan.
- Gila hormat dan suka dikedepankan.
- Jalannya dibuat-buat supaya tampak indah dan gagah.
Rasulullah SAW, juga bersabda
dalam beberapa hadisnya tentang larangan sikap sombong ini, antara lain:
”Tidak akan masuk surga orang
yang di dalam hatinya ada sifat sombong walaupun hanya sebesar atom.
Ada seorang laki-laki berkata:
”Sesungguhnya seseorang itu suka memakai pakaian yang bagus dan sandal/sepatu
yang bagus pula”.
Beliau bersabda:”Sesungguhnya
Allah itu indah, suka pada keindahan. Sombong itu menolak kebenaran dan
merendahkan sesama manusia”. (HR. Muslim).
(Akh. Muwafik Saleh, S. Sos,
M.Si, 2009).
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.