rangkuman ide yang tercecer

Rabu, 28 Februari 2018



Pilgubsu 2018 Tak Boleh Mengusik Pluralisme-Multikultural Sumut. 
Oleh: Drs. Thomson Hutasoit.
            Pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2018 adalah agenda lima tahunan yang diamanahkan peraturan perundang-undangan untuk memilih calon gubernur/wakil gubernur Sumatera Utara periode 2018-2023 untuk memimpin daerah menuju Sumatera Utara Hebat, Sumatera Utara Jaya agar janji proklamasi masyarakat makmur, sejahtera berkeadilan bagi seluruh rakyat Sumatera Utara, tanpa kecuali bisa terwujud nyata. Suksesi kepemimpinan untuk menghadirkan pemimpin otentik atau pemimpin untuk semua merupakan pemikiran esensial fundamental dari seluruh stakeholders Provinsi Sumatera Utara agar seluruh energi besar penyelenggaraan Pilgubsu 2018 tidak terbuang sia-sia tanpa arti dan makna bagi rakyat Sumatera Utara.
            Arti dan makna hakiki suatu kontestasi politik, terutama pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadasung) ialah kedaulatan rakyat memilih calon pemimpinnya secara langsung, sehingga kepala daerah, baik gubernur, bupati/walikota merupakan pilihan rakyat untuk memimpin daerah lima tahun ke depan. Oleh karenanya, partisipasi rakyat pemilih sungguh sangat menentukan hadirnya kepala daerah berkualitas untuk menggawangi pemerintahan daerah sebagaimana didambakan agar pemerintahan bersih, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) tidak sekadar khayalan di alam mimpi. Rakyat pemilih selaku pemilik kedaulatan harus mampu menggunakan momentum strategis Pilgubsu 2018 untuk mendaulat dan menghadirkan gubernur/wakil gubernur yang bisa diharapkan mengemban amanah kepercayaan rakyat secara optimal. Karena itu, rakyat Sumatera Utara harus benar-benar mengetahui, mengenal, memahami rekam jejak (track record) prestasi kinerja setiap kandidat yang berkompetisi dalam Pilgubsu 2018 akan datang.
            Salah satu deteksi dini terhadap perilaku kandidat gubernur/wakil gubernur Sumatera Utara ialah memerhatikan perilaku setiap kandidat mengemban tugas dan tanggung jawab ketika diberi amanah kepercayaan rakyat untuk menduduki jabatan sebelumnya. Artinya, bagaimana perilaku kandidat bersangkutan ketika menduduki jabatan tertentu, apakah bisa dipercaya dan apakah memiliki rekam prestasi kinerja atau sebaliknya. Karena sulit diterima akal sehat, seseorang tak bisa dipercaya serta tak memiliki rekam prestasi kinerja spektakuler bisa diharapkan berprestasi gemilang pada level kepemimpinan lebih tinggi dan lebih kompleks. Hal itu juga dikatakan Stephen P Robbins Ph.D dalam bukunya berjudul ‘The Truth About Managing People (2008)’ “Prediktor terbaik perilaku seseorang di masa depan ialah perilakunya di masa lalu”. Artinya, seseorang berperilaku koruptif, kolutif, nepotif (KKN), menyakiti hati rakyat, berlaku diskriminatif, sering melanggar peraturan perundang-undangan, mengeksploitasi hak rakyat, diktator otoriter, mengkhianati amanah kepercayaan rakyat, suka mengadudomba atau membenturkan rakyat, serta memiliki tabiat buruk di masa lalu, sulit dipercaya menjadi pemimpin otentik atau pemimpin untuk semua di masa depan, sehingga sangat keliru besar dan sesat pikir jika dipilih dan dimenangkan pada Pilgubsu 2018 akan datang. Indikasi utama dan pertama ini tidak boleh sekali-sekali disepelekan ataupun diabaikan karena terjebak kedermawanan sesaat seperti bagi-bagi uang, sentimen fanatisme buta berdasarkan isu sectarian-primordial seperti isu suku, agama, ras, dan antaragolongan (SARA), putera daerah, politik uang (money politics), dan lain sebagainya.
            Pilgubsu sejatinya adalah pesta demokrasi rakyat untuk memilih gubernur/wakil gubernur untuk semua rakyat Sumatera Utara sehingga harus pula dimaknai sebuah festival gagasan atau visi-misi setiap kandidat berkompetisi untuk menawarkan pemikiran cerdas dan jenial membangun Sumatera Utara lebih hebat dan lebih jaya lima tahun ke depan. Karena itu, setiap pasangan kandidat wajib hukumnya memberi pendidikan politik rakyat melalui kompetisi sehat, aman dan nyaman tanpa mengangkat isu-isu sensitif mengusik harmoni dan kondusivitas rakyat Sumatera Utara yang sangat menjunjung tinggi pluralisme-multikultural selama ini.
            Jangan lupa, salah satu keistimewaan Provinsi Sumatera Utara ialah kesadaran penghormatan, penghargaan terhadap perbedaan, keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan sehingga Prtovinsi Sumatera Utara menjadi salah satu barometer kondusivitas daerah di tingkat nasional. Sumatera Utara adalah “Miniatur NKRI” sangat toleran terhadap kebhinnekaan satu sama lain. Perbedaan suku, agama, ras, antargolongan (SARA) serta asal-usul (daerah) tak pernah dipermasalahkan, apalagi dipersoalkan satu sama lain dalam ruang aktivitas masing-masing. Komunitas-komunitas berbeda saling berasimilasi melalui asimilasi perkawinan yang selanjutkan akan melahirkan asimilasi kebudayaan menjadikan persaudaraan, pershabatan diatas kebhinnekaan pelangi hidup dan kehidupan rakyat Sumatera Utara sangat indah bagaikan pelangi indah diufuk biru. Hal itu sungguh fatal jika diusik, dirusak, dibenturkan hanya demi kemenangan Pilgubsu 2018. Karenanya, siapapun pasangan calon gubernur/wakil gubernur Sumatera Utara 2018 yang mencoba-coba mengusir, merusak, mengobok-obok, membenturkan, mengadudomba rakyat Sumatera Utara dengan mengangkat sentimen sektarian-primordial dalam Pilgubsu 2018 TIDAK PERLU DIPILIH dan DIMENANGKAN karena mereka TAK PANTAS DAN LAYAK MEMIMPIN SUMATERA UTARA lima tahun ke depan. Mereka adalah pemimpin haus kuasa yang menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan.
            Rakyat Sumatera Utara harus cermat, cerdas memerhatikan perilaku dan tabiat para kandidat, apakah bisa dipercaya mengemban amanah kepercayaan rakyat agar “Sumatera Utara Bangkit” dari catatan buram 10 tahun belakangan ini yang gubernurnya dua kali berturut-turut masuk penjara, serta beberapa bupati/walikota masuk hotel prodeo akibat terjerat tindak pidana korupsi menjadi “aib” tak terperikan bagi rakyat Sumatera Utara di kancah nasional maupun di mata dunia internasional. Gubernur, bupati/walikota masuk penjara harus dimaknai kekeliruan, kesalahan fatal rakyat pemilih tidak mampu memilih yang paling baik dari yang baik karena masih terjebak pemilih emosional berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), putera daerah, politik uang (money politics) menjadikan rakyat pemilih “gagal” memilih calon gubernur/wakil gubernur bersih, jujur, berani, kompeten, mumpuni, berprestasi, serta berintegritas teruji dan terbukti ketika mengemban amanah kepercayaan rakyat pada masa lalu.
            Pertanyaan mendasar saat ini ialah apakah rakyat Sumatera Utara mau mengulangi kesalahan ketiga kalinya dalam memilih gubernur/wakil gubernur 2018 ???????????????????? Bila rakyat Sumatera Utara masih mau mengulangi untuk ketiga kalinya, maka dambaan “Sumatera Utara Bangkit” pasti tak terwujud nyata, malah menjadi “Sumatera Utara Bangkrut” serta mendatangkan kesengsaraan berkepanjangan di segala lini kehidupan masyarakat. Ingat Bung Karno mengatakan, “Hanya keledai mau terperosok dua kali kedalam satu lobang yang sama”. Apakah tidak memprihatinkan dan mengecewakan potensi besar Provinsi Sumatera Utara tak mampu mendatangkan kemakmuran, kesejahteraan berkeadilan tak mampu dihadirkan secara nyata karena belum ditemukan gubernur/wakil gubernur memiliki kompetensi, kredibilitas, kapasitas, kapabilitas mengembangkan potensi keunggulan daerah ini ?????????????????
            Calon gubernur/wakil gubernur “merasa mampu” tanpa catatan atau rekam prestasi kinerja spektakuler tidaklah cukup untuk memimpin “Sumatera Utara Bangkit, Sumatera Utara Hebat”, melainkan kandidat gubernur/wakil gubernur memiliki reputasi tinggi teruji dan terbukti, sebab sungguh keliru besar dan sesat pikir menjadikan Sumatera Utara ajang coba-coba. Jika rakyat Sumatera Utara menginginkan laju pertumbuhan kemajuan pembangunan spektakuler untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain maka kunci satu-satunya ialah MEMILIH CALON GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR  paling berkompeten berdasarkan rekam jejak (track record) prestasi kinerja teruji dan terbukti sebelumnya. Sumatera Utara tidak membutuhkan kandidat yang menggunakan taktik strategi mengangkat sentimen-sentimen politik identitas untuk meraih suara yang dapat mengusik, merusak harmoni dan kondusivitas masyarakat yang terbangun selama ini. Rakyat Sumatera Utara mendambakan gubernur/wakil gubernur otentik, pemimpin untuk semua karena Sumatera Utara milik seluruh rakyat, tanpa kecuali. Karena itu, jangan korbankan daerah ini demi syahwat berkuasa. Jangan usik, rusak, benturkan harmoni, kondusivitas Sumatera Utara dengan isu SARA, putera daerah dan politik uang, karena hal itu beresiko fatal dan sangat bebahaya.  
            Pepatah klasik mengatakan, “pikir itu pendapatan, sesal kemuadian tak berguna”.
                                                                                                            Medan, 09 Pebruari 2018

                                                                                                            Drs. Thomson Hutasoit.
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP), Wapemred SKI ASPIRASi.
                 
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.