rangkuman ide yang tercecer

Kamis, 07 Mei 2015

Langkah Konkrit fundamental Sukseskan Kaldera Toba



Langkah Konkrit fundamental Sukseskan Kaldera Toba
Oleh: Thomson Hutasoit
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP)
            Niat tulus RE Foundation yang dimotori tokoh masyarakat Sumatera Utara Dr. RE. Nainggolan MM mantan bupati Taput, Sekda Provinsi Sumatera Utara beserta seluruh penggiat Danau Toba haruslah mendapat respons positif dari pemerintah, pemerintah daerah Sumatera Utara, terutama pemerintah kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Simalungun, Karo, Dairi, Pakpak Bharat serta seluruh masyarakat di sekitar Kaldera Toba.  
            Sebagai gagasan besar, cerdas dan jenial pengajuan Geopark Nasional Kaldera Toba menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO seluruh pihak sehausnya menyadari, bahwa gagasan ini ialah sebuah langkah konkrit menggali, melestarikan serta mengembangkan seluruh potensi di sekitar Kaldera Toba benar-benar berguna dan bermanfaat nyata bagi kehidupan masyarakat, bangsa maupun negara di masa akan datang.
            Pemerintah kabupaten sekitar Danau Toba harus pula menyadari komprehensif paripurna, bahwa ketertinggalan kemajuan pembangunan di bona pasogit Batak (kaldera toba-red) adalah akibat kekeliruan sudut pandang serta kealpaan menggali dan mengembangkan potensi spesifik di sekitar Kaldera Toba. Bukti kekeliruan itu ialah minimnya perhatian pemerintah daerah Sumatera Utara serta pemerintah daerah sekitar Kaldera Toba menjadikan Danau Toba skala prioritas tujuan wisata selama ini.
 Padahal, Danau Toba adalah danau terbesar ketiga di dunia, bahkan danau vulkanik terbesar di atas jagat raya memiliki keindahan panorama sangat luar biasa yang dianugerahkan Tuhan Yang Mahaesa bagi bangsa ini. Danau Toba tak pernah dipandang sebagai aset besar mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar maupun pemerintah Sumatera Utara hingga tidak dijadikan skala perioritas kebijakan pembangunan dari waktu ke waktu.
Malah Danau Toba terkesan dijadikan “sapi perah” sumber pendapatan asli daerah (PAD) baik bagi pemerintah daerah (Pemda) sekitar Danau Toba maupun Provinsi Sumatera Utara melalui annual fee, retribusi air ABT/APU, CD, CSR tanpa memberi perhatian serius pembangunan infrastruktur memadai di sekitar Kaldera Toba.
Potensi besar Kaldera Toba hingga kini masih sekadar potensi belaka sebab belum mendapat perhatian serius dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dalam arah kebijakan pembangunan. Akibatnya, daerah sekitar Kaldera Toba masih menyandang predikat “peta kemiskinan” di usia republik ke 70 tahun.  
Hal itu seharusnya menggugah kesadaran seluruh stakeholders Kaldera Toba mendukung serta memberhasilkan pengajuan Geopark Nasional Kaldera Toba menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO agar percepatan pembangunan di segala lini di sekitar Kaldera Toba dapat didorong dan diefektifkan mewujudkan kemakmuran,  kesejahteraan masyarakt sekitar, bahkan bangsa Indonesia.  
Untuk itu, ada beberapa hal esensial, fundamental yang harus dilakukan sebagai langkah konkrit menyukseskan Kaldera Toba Taman Bumi Dunia UNESCO antara lain:
Menjadikan Kaldera Toba Skala Prioritas Pembangunan.  
 Salah satu langkah paling dasar mendukung kesuksesan Geopark Nasional Kaldera Toba ialah menjadikan Geopark Kaldera Toba skala perioritas arah kebijakan pembangunan provinsi Sumatera Utara, seluruh kabupaten/kota  berakses langsung ke Danau Toba.
Skala perioritas itu tercermin dalam politik anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi Sumatera Utara maupun APBD kabupaten/kota daerah sekitar Kaldera Toba.
Jika pemerintah Provinsi Sumatera Utara, pemerintah kabupaten/kota berakses langsung menjadikan Danau Toba skala prioritas maka pembangunan infrastruktur di sekitar Kaldera Toba tercermin pada rencana pembangunan jangka panjang (RPJMP) daerah, rencana pembangunan jangka menengah (RPJPM) daerah yang dijabarankan  terang-benderang dalam anggaran pembangunan dan belanja daerah (APBD) provinsi maupun kabupaten/kota.  
Selain daripada itu, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota sekitar Kaldera Toba dengan anggota DPR RI, DPD RI daerah pemilihan Sumatera Utara  secara bersama-sama berupaya keras memperjuangkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk percepatan pembangunan infrastruktur di sekitar Kaldera Toba. Sebab hanya mengandalkan kemampuan APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/kota adalah suatu kemustahilan belaka.   
Pemerintah daerah Sumatera Utara dan DPR RI, DPD RI seharusnya tak akan henti-henti memperjuangkan dana bagi hasil (DBH) badan usaha milik negara (BUMN) yang beroperasi di Sumatera Utara kepada pemerintah pusat. Sebab, sungguh tak masuk akal jika provinsi Sumatera Utara dijadikan “koloni” serta penampung limbah perusahaan-perusahaan besar di daerah ini.
Kerusakan infrastruktur, polusi serta dampak sosial tidaklah cukup dikompensasi hanya melalui annual fee, CD, CSR perusahaan-perusahaan tersebut.  
Berbagai kerusakan lingkungan, dampak adat budaya, perampasan hak tradisional serta dampak sosial lainnya harus menjadi landasan dasar arah kebijakan pembangunan Geopark Kaldera Toba.
Sekalipun investasi sangat dibutuhkan untuk mendorong percepatan kemajuan pembangunan di sekitar Kaldera Toba tetapi harus tetap mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan tehadap masyarakat sekitar.  
Melindungi Hak Masyarakat Hukum Adat.  
            Daerah Kaldera Toba adalah daerah asal-usul (bona pasogit-red) serta pusat peradaban Bangso Batak yakni; Batak Toba, Simalungun, Karo, Pakpak sehingga Kaldera Toba harus dimaknai salah satu situs sejarah peradaban manusia di atas planet ini yang tidak boleh sekali-sekali diabaikan serta ditelantarkan.  
Bangso Batak yang dikenal masyarakat hukum adat dengan berbagai kearifan lokal warisan leluhur hingga kini masih dipertahankan serta dilestarikan harus pula dipahami unsur fundamental dalam pembangunan karakter bangsa (national character building) sebagaimana dikatakan Bung Karno pendiri bangsa Indonesia. Masyarakat hukum adat dengan berbagai kearifan lokalnya adalah aset bangsa yang bukan saja bernilai keekonomian akan tetapi juga bernilai kultural yang menjadi jati diri atau identitas bangsa di mata dunia internasional.    
            Hukum adat masih merupakan tatanan paling dasar dan utama dalam mengatur harmoni serta distribusi hak-hak tradisional masyarakat sehingga sungguh sangat keliru besar bila pemerintah daerah (Pemda) sekitar Kaldera Toba tidak menjamin hak-hak masyarakat hukum adat secara konkrit melalui legalitas formal penerbitan peraturan daerah (Perda) sebagaimana diamanahkan peraturan perundang-undangan di republik ini.
            Sebagaimana dikatakan DR. H.P. Panggabean, SH. MS (2013) dalam Makalahnya “Usulan Aplikatif Penyusunan PERDA Sumatera Utara tentang peranan masyarakat hukum adat (MAHUDAT) mendukung otonomi daerah (Otda)” pada seminar nasional MAHUDAT di Medan, bahwa Landasan jurudis usulan Aplikatif Pembentukan PERDA Sumatera Utara tentang Status dan wewenang masyarakat hukum adat mendukung kegiatan Otda di Daerah dan desa-desa di Sumut, antara lain; (a) UUD RI 1945 Amandemen ke 4 pasal 32 tanggung jawab untuk memajukan kebudayaan nasional, dan hak masyarakat tradisional; (b) UUD RI 1945 pasal 33 ayat (2), yang intinya memuat landasan perekonomian kerakayatan NKRI; (c) UUD RI 1945 pasal 18 ayat (2B), yang intinya “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”; (d) UU RI No. 32 tahun 2004 cq. Jo UU RI No. 12 Tahun 2008 yang mengatur Pemerintahan Daerah; (e) UU Agraria No. 05 Tahun 1960, pasal 3 yang menentukan bahwa Hak Agraria yang berlaku atas bumi, air dan udara ialah hukum adat; (f) UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; (g) PP No. 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa; (h) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 Tahun 2007 tentang pelestarian dan pengembangan budaya daerah; (i) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 40 Tahun 2007 tentang pelestarian dan pengembangan bahasa Negara dan daerah; (j) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 05 Tahun 1999 tentang pedoman penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat hukum adat; (k) Nilai-nilai budaya suku hak ulayat masyarakat hukum adat, adalah perintah undang-undang yang harus dilakukan sebagai prinsip negara hukum.   
            Selain daripada itu, pada UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang ditinjau kemudian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada pasal 67 ayat (2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda).  
            Kemudian Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 45/PUU-IX/2011 tertanggal 21 Pebruari 2012 tentang penghunjukan kawasan hutan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap alias membatalkan SK Menhut No. 44 tahun 2005 tentang penghunjukan kawasan hutan di provinsi Sumatera Utara”. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 tertanggal 16 Mei 2013 tentang Pengujian  UU RI No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengabulkan permohonan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kuntu Kabupaten Kampar Provinsi Riau dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kesepuhan Cisitu Kabupaten Lebak Banten  hingga kini belum dieksekusi pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Sumatera Utara dalam bentuk peraturan daerah (Perda).
Selanjutnya, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014 pada pasal 2 ditegaskan, Gubernur dan bupati/walikota melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Kemudian, pada pasal 4 disebutkan; Pengakuan dan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilakukan melalui; a. Indentifikasi Masyarakat Hukum Adat, b. Verifikasi dan validasi Masyarakat Hukum Adat, dan c, Penetapan Masyarakat Hukum Adat.       
            Perintah undang-undang ini jelas, tegas, terang-benderang mengatur kewajiban pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah (Perda) untuk menjamin dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat, serta pemastian keberadaan atau eksistensi masyarakat hukum adat.  
Pemerintah daerah provinsi  Sumatera Utara, pemerintah kabupaten/kota harus menyadari bahwa “kealpaan” menerbitkan peraturan daerah (Perda) Perlindungan Masyarakat Hukum Adat adalah “kekacauan berpikir dan pembangkangan konstitusi” serta pengkhianatan hak-hak masyarakat hukum adat.
Gubernur, bupati/walikota, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota seharusnya malu berteriak menyatakan pro rakyat karena fakta dan bukti menyatakan tak satu daerah kabupaten/kota pun hingga kini menerbitkan peraturan daerah (Perda) masyarakat hukum adat yang diamanatkan dan/atau diperintahkan undang-undang.
 Masyarakat hukum adat terlunta-lunta, tersiksa, teranyaya, dirampok hak tradisional keperdataannya puluhan tahun, sementara gubernur, bupati/walikota, DPRD provinsi,  DPRD kabupaten/kota menutup mata dan telinga tak pernah peduli atas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masyarakat hukum adat di republik ini.    
 Prof. Dr. Bungaran Antonius Simanjuntak (2013) “Masyarakat hukum adat itu lah yang berjuang melawan penjajah dan mendirikan Negara Republik Indonesia. Dan warga masyarakat hukum adat itu yang kemudian membentuk dan mengakui pemerintah untuk mengatur negara ini.
Negara yang dibentuk dan diakui masyarakat hukum adat itu untuk melindungi wilayah negara dari pencaplokan negara asing. Karena itu wajib hukumnya negara harus juga mengakui dan melindungi masyarakat hukum adat, beserta semua adat istiadatnya, kebudayaannya, wilayah adatnya, hutan adatnya, laut adatnya yang telah mereka miliki ribuan tahun yang lalu. Karena itu negara jangan mengkhianati rakyat tetapi harus melindungi rakyat yang pluralis itu”.  
Sebagai calon Taman Bumi Dunia UNESCO masyarakat hukum adat di sekitar Kaldera Toba wajib hukumnya mendapat jaminan perlindungan hak-hak tradisional keperdataanya melalui peraturan daerah (Perda) sesuai perintah konstitusi.
Tanpa itu, masyarakat hukum adat akan menjadi penumpang (paisolat-red) di tanah leluhurnya sendiri. Geopark Kaldera Toba Taman Bumi Dunia UNESCO tak bermanfaat sama sekali bagi masyarakat hukum adat di sekitar Kaldera Toba.   
Mengidentifikasi, Inventarisasi Potensi Kaldera Toba.  
          Sebagai konsep besar, cerdas dan jenial “Memuliakan Warisan Alam” Geopark Kaldera Toba Taman Bumi Dunia UNESCO haruslah menjadi “Laboratorium Perdaban Manusia/LPM” bukan saja berguna, bermanfaat bagi masyarakat sekitar Kaldera Toba tetapi bagi seluruh anak-anak manusia di atas planet ini sepanjang masa.
            Geopark Kaldera Toba merupakan konsep terpadu pengembangan kawasan haruslah komprehensif paripurna mengidentifikasi, menginventarisasi seluruh potensi spesifik meliputi; geologi, hayati dan budaya (Geo Diversity, Bio Diversity, Culture Diversity) yang bertujuan untuk konservasi, pendidikan, penelitian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Kaldera Toba.  
Untuk itu, berbagai kearifan tradisional, adat budaya, situs-situs peradaban, spirit perjuangan, seperti; falsafah hidup, adat istiadat, kepemimpinan, bahasa, aksara, kesenian, alat kesenian, pola pertanian, kerajinan, kearifan lingkungan dan lain-lain harus diidentifikasi, diinventarisasi sebagai unsur penting dan fundamenatal Geopark Kaldera Toba yang harus dilindungi dan dilestarikan.
Demikian juga  flora dan fauna serta tanaman endemik, tumbuhan obat-obatan tradisional seperti; ihan Batak, pora-pora,  sirih (napuran), jeruk purut (unte anggir), sae-sae, alum-alum, sijungkot, pultak-pultak, pirdok, andaliman dan lain sebagainya yang tidak mustahil sangat berguna bagi penelitian medis di masa mendatang.  
Identifikasi, inventarisasi seluruh potensi Kaldera Toba selanjutnya dipetakan dalam matriks-matriks pelestarian dan pengembangan yang bukan saja berguna bagi masyarakat sekitar tetapi bagi seluruh dunia.
Membentuk Koordinasi dan Kerjasama Antar Kabupaten.
          Setuju tak setuju, sadar atau tidak salah satu kendala dalam pengembangan pembangunan Kaldera Toba ialah egoisme kedaerahan pasca bergulirnya otonomi daerah belakangan ini.
Satu daerah dengan daerah lain merasa paling berhak dan berkompeten menentukan arah kebijkan pembangunan daerah masing-masing. Arogansi, egoisme itu berdampak buruk terhadap pengembangan kawasan Kaldera Toba yang meliputi beberapa kabupaten.
Bila setiap kabupaten menetapkan arah pembangunan tanpa didasari koordinasi dan kerjasama antar daerah sekitar Kaldera Toba maka pembangunan dan pengembangan Kaldera Toba akan besifat parsial yang tidak mustahil menonjolkan egoisme sektoral. Hal itu tentu sangat bertentangan dengan konsep pembangunan kawasan terpadu Geoparka Nasional Kaldera Toba menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO.  
            Padahal pembangunan dan pengembangan kawasan Kaldera Toba menjadi  Taman Bumi Dunia UNESCO harus disadari adalah suatu konsep kawasan terpadu yang melibatkan seluruh kabupaten di kawasan Kaldera Toba meliputi; Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Simalungun, Karo, Dairi, Pakpak Bharat yang ditetapkan dalam komitmen pembangunan bersama untuk   mengembangkan “Kawasan Kaldera Toba” guna meningkatkan kemakmuran dan kesejateraan masyarakat sekitar, provinsi, maupun nasional.  
            Koordinasi dan/atau kerjasama antar kabupaten kawasan Kaldera Toba tidak bisa terlepas dari peran aktif pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara untuk  menjembatani kepentingan-kepentingan kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam Peraturan  Pemerintah Republik Indonesia  Nomor 19 tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi.
Pada pasal 1 ayat (5) dikatakan; Koordinasi adalah upaya yang dilaksanakan oleh gubernurr sebagai wakil Pemerintah guna mencapai keterpaduan baik perencanaan  maupun  pelaksanaan  tugas  serta  kegiatan semua  instansi  vertikal  tingkat  provinsi,  antara  instansi vertikal  dengan  satuan  kerja  perangkat  daerah  tingkat provinsi,  antar kabupaten/kota  dalam  provinsi  yang bersangkutan,  serta  antara  provinsi  dan  kabupaten/kota agar  tercapai  efektifitas  dan  efisiensi  penyelenggaraan pemerintahan.
            Oleh karena itu, pembentukan Koordinasi dan Kerjasama antar kabupaten/kota di kawasan Kaldera Toba adalah tugas dan kewajiban Gubernur Sumatera Utara sesuai perintah konstitusi. Sehingga jika berkeinginan kuat untuk mensukseskan Geopark Nasional Kaldera Toba menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO kata kuncinya terletak pada peran aktif Gubernur Sumatera Utara untuk membentuk Badan Koordinasi dan Kerjasama Antar Kabupaten/Kota Kawasan Kaldera Toba.
            Landasan hukum kerjasama antar daerah adalah UU RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Bab IX, pasal 78, dimana dikatakan bahwa (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain atas dasar prinsip saling menguntungkan. Kerjasama tersebut ditetapkan masing-masing daerah terkait melalui peraturan daerah (Perda) dan masuk dalam anggaran APBD.
            Jana Marie Mehrtens & Benjamin Abdurahman (2007) “Keterbatasan sumber daya manusia, alam, infrastruktur dan juga terutama dana menjadikan aliansi pembangunan wilayah sebagai pilihan yang innovatif”.
            Secara umum sebab-sebab perlunya suatu kerjasama antar daerah dapat digambarkan antara lain sebagai berikut: Pertama, Faktor Keterbatasan Daerah (Kebutuhan): hal itu dapat terjadi dalam konteks sumber daya manusia, alam, teknologi dan keuangan, sehingga suatu ‘kebersamaan’ dapat menutupi kelemahan dan mengisinya dengan kekuatan potensi daerah lainnya. Kedua, Faktor Kebersamaan Kepentingan: adanya persamaan visi pembangunan dan memperbesar peluang memperoleh ‘keuntungan’, baik finansial maupun non finansial untuk mencapainya. Ketiga, Berkembangnya Paradigma Baru: di masyarakat perlunya pengembangan sistem perencanaan dan pembangunan komunikatif-partisipatif sesuai dengan semangat otonomi daerah. Keempat, Menjawab Kekhawatiran Disintegrasi: di mana kerjasama dapat m,enjadi instrumen yang efektif dalam rangka menggalang persatuan dan kesatuan nasional (sinkronisasi dan harmonisasi). Kelima, Sinergi antar Daerah: tumbuhnya kesadaran, bahwa dengan kerjasama antar daerah, dapat meningkatkan dampak positif dari berbagai kegiatan pembangunan yang semula sendiri-sendiri menjadi satu kekuatan regional. Keenam, Sebagai Pendorong: dalam mengefektifkan potensi dan menggalang kekuatan endogen dalam kegiatan pembangunan wilayah.
Membentuk Badan Regional Kawasan Kaldera Toba.
            Sebagai konsep pembangunan dan pengembangan kawasan tentu diperlukan suatu badan khusus yakni; Badan Regional Kawasan Kaldera Toba yang merupakan badan koordinasi dan/atau kerjasama antar daerah kabupaten se kawasan Kaldera Toba.
            Badan Regional Kawasan Kaldera Toba (BRKKT) atau apapun namanya akan berfungsi sebagai Regional Marketing untuk mempromisikan dan/atau memasarkan potensi investasi di kabupaten kawasan Kaldera Toba beserta keunggulan-keunggulan spesifik masing-masing kabupaten tersebut. Oleh karena itu, Badan Regional Kawasan Kaldera Toba akan menjadi pusat promosi sekaligus pemasaran bersama se kawasan Kaldera Toba.
            Sebagai Regional Marketing perlu melakukan antara lain: 1), Rancangan wilayah, misalnya arsitektur kota dan panorama, 2), Meningkatkan infrastruktur wilayah, misalnya jalan, pelayanan, 3), Meningkatkan mentalitas wilayah, misalnya keramahtamahan dan kesopanan, 4), Ketertarikan terhadap wilayah, misalnya pertunjukan seni budaya, pameran dagang, dan lain sebagainya.
            Konsep pembangunan dan pengembangan kawasan ini tentu haruslah didasarkan pada keinginan tulus ikhlas serta kehendak kuat untuk mendorong percepatan kemajuan pembangunan di kawasan Kaldera Toba dengan Motto “Mari Berbuat untuk Kaldera Toba Pusat Peradaban Manusia” sebelum ajal tiba.
            Horas ! Horas ! Horas !  
             
                                                                                                            Medan, 30 April 2015
                                                                                                            Thomson Hutasoit.  
(Penulis: Sekretaris Umum Punguan Borsak Bimbinan Hutasoit, Boru, Bere Kota Medan Sekitarnya, Alumni Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan bagi Kalangan Birokrat, Akademisi, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Tokoh pemuda di Provinsi Sumatera Utara tahun 2014, penulis buku).  

             


             
              


  
                   
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.