rangkuman ide yang tercecer

Kamis, 12 Maret 2015

Sekum Punguan Borsak Bimbinan Hutasoit, Boru, Bere Kota Medan Sekitanya:



Sekum Punguan Borsak Bimbinan Hutasoit, Boru, Bere Kota Medan Sekitanya:
Pemkab Sekitar Danau Toba Segera Bentuk Perda Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Mendukung Geopark Kaldera Danau Toba.   

Medan,
            Sekretaris Umum Punguan Borsak Bimbinan Hutasoit, Boru, Bere Kota Medan Sekitarnya Drs. Thomson Hutasoit mengatakan, untuk mendukung dan mensukseskan pengajuan Geopark Nasional Kaldera Toba menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO yang saat ini sedang dalam proses “Pemerintah Kabupaten di sekitar Danau Toba yakni; Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat harus segera membentuk/menerbitkan peraturan daerah (Perda) untuk melindungi hak masyarakat hukum adat agar seluruh keunggulan spesifik kearifan lokal terlindungi maksimal selaku calon Taman Bumi Dunia UNESCO di masa akan datang”.  Hal itu, dikatakannya kepada wartawan menyikapi berbagai pemberitaan tentang Geopark Nasional Kaldera Toba menuju  Taman Bumi Dunia UNESCO belakangan ini yang diprakarsai RE Foundation, hari Rabu (11/3) di Medan.  
            Thomson Hutasoit yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (LSM ATRAKTIP) lebih lanjut mengatakan, “Selain keindahan panorama Danau Toba sebagai tujuan wisata, daerah Kaldera Toba juga merupakan pusat peradaban bangso Batak yakni; Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak yang memiliki kultur budaya, adat-istiadat serta kearifan lokal warisan leluhur yang masih diakui, dilestarikan dan dijunjung tinggi hingga saat ini”, pungkasnya.
            Kultur budaya, adat-istiadat, kearifan lokal serta situs-situs sejarah warisan leluhur bangso Batak di sekitar Kaldera Toba adalah salah satu hal paling esensial, fundamental yang perlu mendapat perlindungan maksimal dari pemerintah daerah di sekitar Danau Toba. Sebab tujuan hakiki menjadikan Geopark Nasional Kaldera Toba Taman Bumi Dunia UNESCO bukan saja hanya terbatas di sektor pariwisata, tetapi lebih luas dari situ ialah mengangkat dan/atau menggali berbagai keunggulan spesifik yang berguna dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik masyarakat sekitar Kaldera Toba, Provinsi Sumatera Utara, Nasional maupun internasional.
Salah satu contoh konkrit ialah bagaimana masyarakat sekitar Kaldera Toba mempertahankan sistem kekeluargaan, kekerabatan puluhan generasi dengan falsafah Dalihan Na Tolu yakni; somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru  hingga kini masih dipertahankan dan dilestarikan, termasuk di seluruh daerah diasporanya. Demikian juga kearifan lokal menjaga, melestarikan lingkungan hidup, dan lain sebagainya.  
            Pemerintah daerah sekitar Kaldera Toba harus menyadari, bahwa kultur budaya, adat-istiadat, kearifan lokal, serta tumbuh-tumbuhan spesifik seperti; kemenyaan (haminjon), andaliman, hau ingul maupun tumbuhan obat-obatan lain yang hanya tumbuh di sekitar Kaldera Toba adalah aset paling berharga yang perlu dilindungi melalui peraturan daerah (Perda) agar tidak hilang atau punah akibat lindasan kemajuan jaman maupun investasi serampangan di daerah sekitar Danau Toba.  
            Kita melihat, bahwa pemerintah kabupaten di sekitar Kaldera Toba (Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat) yang notabene merupakan masyarakat hukum adat belum satu daerah pun menerbitkan peraturan daerah (Perda) perlindungan hak masyarakat hukum adat.
Padahal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang, pada pasal 4 ayat (3) Penguasaan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Kemudian pasal 5 ayat (3) Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. Ayat (4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah. Selanjutnya, pasal 17 ayat (2) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi huta, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi Pemerintahan. Pasal 67 ayat (1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak: (a) melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan; (b) melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; (c) mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Ayat (2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah; ayat (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
            Ini kan perintah undang-undang, tapi mengapa sampai saat ini tidak satu pun pemerintah daerah di sekitar Kaldera Toba menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, tanya Thomson Hutasoit pemerhati Masyarakat Hukum Adat Desa Pandumaan-Sipituhuta, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan dengan nada kesal.
Bukankah, pemerintah daerah di sekitar Danau Toba “bangga” menyebut dirinya daerah hukum adat ? Tapi mengapa tak pernah berpikir untuk melahirkan Peraturan Daerah (Perda) sebagaimana diamanahkan pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang kemudian ditinjau Undang-Undang Republik Indonesia No 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang hingga saat ini. Padahal, berbagai tuntutan masyarakat hukum adat memperjuangkan hak turun-temurunnya (hak tanah ulayat-red) termasuk hutan masyarakat hukum adat tidak pernah mendapat respons positif dari pemerintah daerah (Eksekutif, DPRD) melalui penerbitan peraturan daerah (Perda) sesuai perintah undang-undang.    
            Karena itu, menurut pandangan kita jika pemerintah daerah (Pemda) di sekitar Kaldera Toba benar-benar mendukung maksimal keberhasilan Geopark Nasional Kaldera Toba menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO harus segera membuat Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Masyarakat Hukum Adat agar masyarakat sekitar Kaldera Toba benar-benar tuan di tanah leluhurnya. Tanpa itu, Geopark Kaldera Toba Taman Bumi Dunia UNESCO tidak membawa manfaat nyata bagi masyarakat sekitar Danau Toba, urai putera Humbang Hasundutan ini mengingatkan.  
            Selaku putera Bona Pasogit (Humbang Hasundutan-red) kita sangat mendukung prakarsa RE Foundation yang dimotori Tokoh Masyarakat Sumatera Utara Dr. RE. Nainggolan, MM mantan Bupati Tapanuli Utara, Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, juga Drs.S.I.S Sihotang MM Wakil Ketua Forum Pelestarian Budaya Provinsi Sumatera Utara mantan Bupati Dairi beserta penggiat Geopark Danau Toba lainnya selama ini.
Kita sangat setuju dan mendukung niat tulus semua pihak yang peduli dengan Geopark Kaldera Toba sembari mengetuk hati sanubari pemangku amanah Pemerintahan Daerah (Pemda) di sekitar Danau Toba supaya segera melahirkan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat serta pengukuhan dan pemastian daerah sekitar Danau Toba masih nyata-nyata masyarakat hukum adat.
Para Bupati/Wakil Bupati, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat sudah saatnya berkoordinasi serta bekerjasama untuk mendukung suksesnya Geopark Nasional Kaldera Toba menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO melalui langkah-langkah konkrit, termasuk percepatan penerbitan peraturan daerah (Perda) perlindungan hak masyarakat hukum adat. 
            Kita berkeyakinan, jika Geopark Nasional Kaldera Toba benar-benar menjadi Taman Bumi Dunia UNESCO akan mengangkat harkat dan martabat Batak mendunia sekaligus mendatangkan berbagai kemajuan dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar Danau Toba, Provinsi Sumatera Utara maupun bagi bangsa Indonesia di masa akan datang.  
Sungguh sangat sedih dan memprihatinkan predikat peta kemiskinan yang melekat pada Bona Pasogit hingga di usia 70 tahun kemerdekaan republik ini patutlah menjadi perhatian dan permenungan seluruh putera-puteri Bona Pasogit dimanapun berada. Oleh sebab itu, kita sangat berharap kepada seluruh stakeholders Kaldera Toba untuk saling bahu-membahu, topang-menopang, dukung-mendukung mengangkat Bona Pasogit Batak ke fora  internasional agar peta kemiskinan berubah menjadi Bona Pasogit Sejahtera, dambaan, impian seluruh umat manusia, harapnya mengakhiri kepada wartawan.  

                                                                                                            Medan, 11 Maret 2015

                                                                                                            Drs. Thomson Hutasoit.                
                      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.