rangkuman ide yang tercecer

Selasa, 04 September 2012

Menilik Iklan Dato' Seri H. Syamsul Arifin, SE


Bagian Kedua.
Orang yang tidak serakah.

Menurut KBBI (2007) serakah adalah selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki; loba; tamak; rakus: meskipun sudah kaya, ia masih serakah juga hendak mengangkangi harta saudaranya.

Orang yang tidak serakah berarti orang yang tidak selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki, loba, tamak, rakus, serta tidak mengangkangi harta saudaranya.

Salah satu faktor yang mendorong seseorang melakukan penyelewengan jabatan maupun tindak pidana korupsi adalah keserakahan, kelobaan, ketamakan, kerakusan, serta keinginan mengangkangi harta saudaranya.

Untuk memenuhi hasrat keserakahan, kelobaan, ketamakan, kerakusan maka seseorang menghalalkan segala cara sekalipun telah melanggar sumpah/janji jabatan.

Bila jiwa seseorang telah diselimuti keserakahan, kelobaan, ketamakan, serta kerakusan maka dia tak pernah merasa puas atas apa yang diterimanya, konon lagi mengucap syukur kepada Tuhan menjadi suatu kemustahilan.

Sebab, manusia-manusia serakah, loba, tamak, dan rakus tidak pernah terpuaskan hasrat birahinya serta tidak pernah peduli dengan penderitaan orang lain.

Orang yang serakah, loba, tamak, dan rakus tidak mengenal batas kepatutan dalam berpikir dan bertindak sehingga seluruh tindakannya terkesan tanpa batas sepanjang menguntungkan kepada dirinya.

Segala sesuatu yang dikerjakan harus menguntungkan dirinya sementara nasib dan penderitaan pihak lain terluput dari pikiran dan perhatiaannya.

Dengan cara apapun untuk merealisasi keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan dilakakukan, baik melalui cara-cara halus maupun kasar.

Misalnya, mengkhianati amanah maupun kepercayaan yang diserahkan pada dirinya.

Sehingga amat bijaksana pesan iklan Dato’ Seri H. Syamsul Arifin Silaban, SE agar pada pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 memilih orang yang tidak serakah.

Orang serakah, tamak, loba, dan rakus selalu disilaukan harta kekayaan serta  kekuasaan dan demi kekuasaan itu selalu melancarkan taktik dan strategi licik untuk menggapainya.

Sementara orang yang tidak serakah selalu berikhtiar, beraksioma mengabdikan dirinya demi kebahagiaan rakyat banyak sehingga jabatan atau kekuasaan yang dipercayakan pada dirinya selalu dimaknai sebuah amanah atau kepercayaan yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan benar.

Beberapa pebisnis besar dunia yang meraih sukses sebagai pemimpin sekaligus spiritual leader :

    *     Soichiro Honda.
Soichiro Honda memimpin 43 perusahaan di 28 negara. Namun, pebisnis yang hobi melukis di atas kain sutera ini tinggal di rumah yang sangat sederhana. Ia tidak memiliki harta pribadi dan tidak mewariskan harta kepada anak-anaknya, kecuali ilmu tentang bagaimana hidup mandiri di dunia bisnis. Tak ada yang dicari Soichiro, selain kebahagiaan dan ketenangan hidup.
*     Kyoto Ceramics.
      Kyoto Ceramics adalah sebuah perusahaan di Jepang yang memproduksi semacam
      silikon, keramik untuk komputer. Omsetnya US$ 400 juta, laba bersih setelah dipotong
      pajak 12%. Uniknya, cara hidup mereka sederhana dan memandang rendah
      kemewahan.
*    Bill ”Microsoft” Gates.
Pemilik korporasi komputer terbesar dunia, Microsoft. Bill Gates juga termasuk orang terkaya di dunia. Sebanyak 40% penghasilan bersihnya dibagikan untuk kemanusiaan.
*    Konosuke Matsushita.
Konosuke Matsushita adalah pemilik dan pendiri perusahaan elektronik besar dunia. Salah satu produksinya adalah Toshiba. Ia memiliki karyawan yang jumlahnya luar biasa. Di seluruh dunia, perusahaannya berkembang begitu pesat. Tetapi, tak ada yang mengira bahwa hanyalah lulusan kelas 6 SD. Misi hidupnya sangat sederhana; life is not only for bread (hidup bukan hanya untuk sekerat roti).

Kesadaran sosial (social awareness) meliputi empati (emphaty), orientasi pelayanan (service orientation), mengembangkan orang lain (developing others), kemampuan mengatasi keragaman (laveraging diversity), dan kesadaran politis (political awareness).

Kecerdasan spiritual dipercaya mampu mengantarkan manusia pada ketenangan dan kesadaran diri yang tinggi saat melakukan serangkaian aktivitas spiritual. (Akh. Muwafik Saleh, S.Sos, M.Si, 2009).
    
Salah satu penyebab keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan adalah ketika nafsu kebutuhan kepentingan diri belum selesai.

Segala kesempatan akan digunakan untuk memenuhi atau mewujudkan nafsu kebutuhan kepentingan diri sehingga sulit diharapkan sebuah amanah menjadi ladang pengabdian.

Malah  amanah itu akan dijadikan instrumen mewujudkan atau memuaskan nafsu keserakahan, ketamakan, kelobaan, dan kerakusan dengan menghalalkan segala cara.

Bila calon Gubernur Simatera Utara periode 2013-2018 memiliki sifat serakah maka dia akan menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya membangun istana kezoliman serta imperium kapital melalui penyelewengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) ataupun transaksi jual-beli jabatan untuk menggaruk keuntungan pribadi, kelompok maupun golongan.

Berbagai upaya seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), kamuflase politik untuk meningkatkan citra diri, penyesatan logika, pembohongan publik, pembelokan kebenaran dan keadilan, serta pelanggaran sumpah/janji jabatan dianggap hal yang biasa-biasa saja sebab hati dan pikirannya diselimuti keserakahan, ketamakan, kelobaan dan kerakusan.

Sebab orang yang serakah tidak tahu membedakan mana yang baik mana yang buruk serta nir-urat malu atas seluruh tindak tanduknya.
(Bersambung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.