Oleh:
Thomson Hutasoit
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja
Instansi Publik (ATRAKTIP)
Bagian Pertama.
Pendahuluan.
Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) memilih calon Gubernur
Sumatera Utara periode 2013-2018 sudah diambang pintu.
Sehingga beberapa figur telah digadang-gadang dengan berbagai kemasan
pencitraan baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi
di ruang publik.
Di sepanjang jalan di Provinsi Sumatera Utara berbagai billboard terlihat diwarnai
gambar-gambar figur bakal calon (balon)
Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 dengan bermacam-macam slogan yang dikaitkan dengan even-even
tertentu, baik menggunakan dana sendiri,
dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) maupun dana badan
usaha milik daerah (BUMD) sebagai alat sosialisasi diri terhadap masyarakat.
Sosialisasi demikian tentu sangat baik sepanjang dana-dana tersebut tidak
menyalahi peraturan perundang-undangan yang pada ujung-ujungnya berpotensi
menjadi temuan hukum, bahkan menyeret para figur jadi pesakitan hukum
dikemudian hari.
Bila diamati dengan cermat para figur yang muncul kepermukaan berasal dari
berbagai ragam latar belakang seperti dari birokrat, politisi, pengusaha,
praktisi profesi, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh pemuda, tingkat Sumatera Utara maupun
nasional.
Hal itu menunjukkan bahwa jabatan Gubernur Sumatera Utara merupakan agenda
paling seksi pada awal tahun 2013 atau tepatnya pencoplosan Pilgubsu 17 Maret
2013 akan datang.
Pusat perhatian masyarakat provinsi Sumatera Utara mulai bulan September
2012 hingga bulan Juni 2013 adalah agenda suksesi Gubernur Sumatera Utara
periode 2013-2018 dan untuk agenda strategis itu diperkirakan menghabiskan dana Pilgubsu sebesar Rp 700 miliar pada pos
mata anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara
Tahun Anggaran 2012 dan 2013.
Melihat dana Pilgubsu sedemikian
besar tentu perlu disiasati dengan seksama agar dana tersebut benar-benar
transparan, efektif, efisien, akuntabel untuk menghadirkan nahkoda provinsi
Sumatera Utara kapabel, kredibel, berintegritas serta mampu menyelesaikan
segudang permasalahan di daerah ini.
Momentum strategis ituKarena itu, harus mampu dimanfaatkan seluruh rakyat Sumatera Utara dengan
cerdas, cermat, efektif memilih calon
Gubernur Sumatera Utara memimpin daerah ini lima tahun kedepan.
Kecerdasan, kecermatan menentukan pilihan pada calon-calon Gubsu yang
muncul ke permukaan merupakan kunci sukses penyelenggaraan pemerintahan
provinsi Sumatera Utara periode 2013-2018.
Sebaliknya, kesalahan menentukan pilihan pada Pilgubsu 2013 akan
memperpanjang catatan buram penyelenggaraan pemerintahan provinsi Sumatera
Utara selama ini.
Pola pikir memilih calon Gubernur Sumatera Utara berdasarkan fanatisme
sektoral-primordial sudah saatnya dirubah ke pola pikir memilih calon Gubernur
berdasarkan kemampuan kepemimpinan amanah dan mumpuni melalui melacak rekam
jejak kinerja (track-record) calon sebelum mencalonkan diri Gubernur Sumatera
Utara periode 2013-2018.
Melalui pelacakan rekam jejak kinerja calon-calon secara obyektif,
transparan akan memudahkan menentukan kelayakan calon pemimpin nomor 1 (satu) yang mampu membawa daerah ini “Luar Biasa” bukan sekadar slogan belaka.
Klaim-klaim pragmatis atau kamuflase politik seperti jargon “sahabat
seluruh masyarakat”, “sahabat seluruh suku”, “peduli penderitaan semua orang”,
“berjuang demi rakyat”, “panggilan jiwa untuk Sumut” dan lain sebagainya tanpa bukti empirik hanya
lah pepesan kosong serta pembohongan publik menabur angin menuai badai di masa-masa
akan datang.
Politik uang, janji-janji politik, kebaikan sesaat hanyalah siasat busuk
mengelabui, membutakan mata hati calon pemilih serta pembodohan politik untuk
menggoda, menyesatkan dan mendatangkan
malapetaka dikemudian hari.
Bung Karno mengatakan,”hanya keledai mau terperosok dua kali kedalam lobang
yang sama” sehingga Pilgubsu 2013 nanti harus mampu memilih calon Gubernur
Sumatera Utara yang tidak akan menjadi penghuni “Hotel Prodeo” atau penjara
setelah terpilih menjadi Gubernur.
Oleh karena itu, rakyat Sumatera
Utara perlu melacak rekam jejak kinerja (track-record)
para calon dengan berbagai kriteria kepemimpinan amah dan mumpuni untuk
memimpin Sumatera Utara miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
rumah pluralisme.
Memiliki
rekam pendidikan yang jelas.
Salah satu kasus pasca Pilkada adalah gugatan keabsahan ijazah kepala
daerah terpilih yang sangat mengganggu efektivitas roda penyelenggaraan
pemerintahan daerah seperti diberitakan media massa di republik ini.
Beberapa calon kepala daerah sebelum mencalonkan diri sering menggunakan
berbagai macam embel-embel atau titel kependidikan, tetapi begitu mencalonkan
diri embel-embel atau titel tersebut raib ditelan bumi tanpa bekas.
Jangankan titel kesarjanaan, ijazah pendidikan SLTA yang menjadi syarat minimal
mencalonkan diri menjadi kepala daerah pun ditengarai tidak jelas alias tidak
ada.
Permasalahan kebsahan rekam pendidikan harus benar-benar dipertimbangkan
dengan matang untuk memilih calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018
agar tidak kasus hukum pasca pemilihan.
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu),
DPRD Provinsi Sumatera Utara, partai politik, instansi berwenang, serta
masyarakat harus benar-benar melakukan penelitian tentang keabsahan, kejelasan
rekam pendidikan para calon gubsu agar tidak bermasalah pasca terpilih.
Rakyat harus cerdas serta cermat melihat, mengetahui rekam pendidikan calon
Gubsu melalui pelacakan rekam jenjang pendidikan figur-figur mencalonkan diri.
Kalau seorang calon Gubsu sejak pencalonan diri pun sudah melakukan
pembohongan publik tentang rekam pendidikannya maka dapat dipastikan sulit
diharapkan mampu mengemban amanah dengan baik dan benar.
Malah akan menghadapi protes atau unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat
untuk pengunduran diri akibatnya roda pemerintahan akan terganggu bahkan
stagnan.
Karena itu, rakyat tidak perlu memilih calon Gubsu rekam jenjang pendidikannya
tidak jelas sebab akan bermasalah hukum pasca terpilih serta merugikan seluruh
rakyat.
Memiliki rekam prestasi kinerja ketika memegang amanah.
Salah satu indikator penilaian layak tidaknya seorang calon untuk dipilih
menjadi Gubernur Sumatera Utara adalah menelusuri rekam prestasi kinerja atas
amanah yang pernah dipercayakan kepadanya.
Apakah calon itu berasal dari birokrasi, politisi, praktisi profesi,
pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh pemuda, dan
lain-lain.
Rekam prestasi kinerja dalam mengemban amanah yang dipercayakan kepada
seorang calon di masa lalu, dan masa kini akan mencerminkan prestasi kinerja pada saat
memegang tampuk kepemimpinan provinsi Sumatera Utara nanti.
Sebab, Stephen P. Robbins, Ph.D (2009) pakar manajemen dalam bukunya
berjudul ’ The Truth About Managing People’ mengatakan, ”Prediktor terbaik
perilaku seseorang di masa depan ialah perilakunya di masa lalu”.
Misalnya, bila seorang calon pernah memangku jabatan bupati/walikota,
pimpinan BUMD, anggota DPR/DPRD, pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan,
tokoh agama, tokoh pemuda, atau jabatan lain, prestasi apa yang pernah
ditorehkan bermanfaat terhadap kehidupan rakyat secara nyata.
Prestasi-prestasi bersifat politis ketika jadi bupati/walikota seperti banyak
mendapat Piala Adipura, satya lencana, opini BPK wajar tanpa pengecualian (WTP)
atas pengelolaan APBD, dan lain sebagainya tidak cukup hanya sebatas itu.
Penghargaan-penghargaan seperti itu cenderung tidak didasarkan pada fakta
emprik kehidupan rakyat atau cenderung
bermuatan politis serta didapatkan melalui cara-cara kurang elegan sebagaimana
telah diungkap media massa di negeri ini.
Kemampuan menaikkan besaran mata anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) walau seperti deret ukur pun bila diperoleh dengan “mencekik” leher rakyat
melalui berbagai peraturan daerah (Perda) menambah beban rakyat bukanlah sebuah
prestasi.
Klaim prestasi di atas angka-angka statistik tanpa korelasi linier dengan
kondisi empirik kehidupan rakyat adalah pembohongan publik yang dibangun
berdasarkan masker intelektual mengelabui fakta riil dirasakan rakyat.
Rekam prestasi kinerja adalah kondisi riil dapat dilihat dan dirasakan
rakyat secara langsung dihadirkan
seorang pemimpin ketika amanah dipercayakan pada dirinya.
Misalnya, perkembangan kemajuan pembangunan, peningkatan kemakmuran dan
kesejahteraan, kondusivitas daerah, pertumbuhan kesempatan berkeadilan, serta
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan bersih dan akuntabel.
Dari pengamatan penulis salah satu bakal calon (balon) Gubernur Sumatera
Utara periode 2013-2018 memiliki rekam jejak prestasi jelas dan komplit, mulai
level terendah hingga level tertinggi di pemerintahan adalah Dr. Rustam Effendy
Nainggolan, MM.
Dr. RE Nainggolan, MM memulai karier dari kepala desa (Kades), Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupten Tapanuli Utara, Sekretaris
Daerah (Sekda) Kabupaten Dairi, Bupati Tapanuli Utara, Kepala Badan Informasi dan
Komunikasi (Badan Infokom) Provinsi Sumatera Utara, Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara, dan terakhir
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi
Sumatera Utara.
Rekam jejak kinerja kepemimpinan demikian tentu bukanlah hal gampang dan
mudah untuk dicapai.
Akan tetapi sebuah prestasi kinerja sangat luar biasa serta komplit dari
seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah.
Rangkaian jenjang karier seperti itu
harus dilalui dengan berbagai up grade
seperti kursus-kursus keahlian atau kursus kepemimpinan.
Prestasi demikian bukan lah diperoleh dengan pangkat “Naga Bonar” yang tidak diketahui
kronologinya dengan jelas.
Sebagai mantan Kepala Desa (Kades), mantan Kepala Bappeda kabupaten dan
provinsi, mantan sekda di kabupaten dan provinsi, dan mantan bupati sangat
obyektif jika Dr. RE Nainggolan, MM paling pas dan tepat menjadi Gubernur
Sumatera Utara periode 2013-2018 mendatang.
Sebab, ketika RE Nainggolan, MM menjadi Bupati Tapanuli Utara mendapat
predikat “Smile Bupati” atau bupati senyum,
mampu menghadirkan kehangatan berkomunikasi kepada semua orang termasuk para
bawahannya.
Ketika Dr. RE. Nainggolan, MM mengakhiri tugas (pensiun-red) Sekretaris
Daerah (Sekda) provinsi Sumatera Utara dimana pada apel terakhir itu dipimpin
langsung Dr. Rustam Effendy Nainggolan, MM para pegawai negeri sipil (PNS) di kantor
Gubernur Sumatera Utara meneteskan air mata, menangis sebagai ungkapan hati
paling dalam sekaligus perpisahan memberangkatkan administrator tertinggi di
provinsi Sumatera Utara itu memasuki masa pensiun pegawai negeri sipil (PNS).
Para pegawai negeri sipil (PNS) di kantor Gubernur Sumatera Utara sepertinya
tidak rela ditinggalkan pemimpin kebapaan yang selalu menyapa bawahannya dengan
kalimat-kalimat lembut seperti ”bagaimana amang ? bagaimana inang?”.
Ini adalah fakta, dan PNS-PNS di kantor Gubernur Sumatera Utara masih banyak
saksi hidup atas peristiwa hangat dan mengharukan itu.
Sentuhan kata-kata lembut seperti itu sudah menjadi tradisi sejak dari
Kepala Desa (Kades), Kepala Bappeda Kabupaten Tapanuli Utara, Sekda Dairi,
Bupati Tapanuli Utara, Kaban Infokom Provsu, Kepala Bappeda Provsu, hingga
Sekda Provinsi Sumatera Utara.
Rekam prestasi kinerja serta pengalaman paling komplit di pemerintahan
mulai dari Kepala Desa, Kepala Bappeda Taput, Sekda Dairi, Bupati Taput, Kaban
Infokom Provsu, Kepala Bappeda Provsu,
Sekda Provsu menjadikan sosok Dr. RE. Nainggolan, MM merupakan salah
satu putera daerah terbaik dan paling cocok memimpin Sumatera Utara.
Harus dipahami paripurna bahwa capaian prestasi karier tertinggi pegawai
negeri sipil (PNS) di daerah adalah jabatatan Sekretaris Daerah (Sekda)
sehingga bila seseorang PNS mencapai jenjang itu adalah prestasi tertinggi dan
luar biasa.
Penilaian ini didasarkan pada fakta-fakta obyektif autentik bukan penilaian
subyektif atau sentimen sektoral sehingga amat tidak masuk akal apabila partai
politik dan rakyat masih ragu mencalonkan, memilih figur Dr. Rustam Effendy
Nainggolan, MM menahkodai Sumatera Utara
lima tahun kedepan.
Dr. RE Nainggolan, MM selalu memosisikan diri sosok seorang bapak yang mau
mendengarkan keluh kesah atau aspirasi, melindungi, mengayomi serta memberi arahan sehingga
kehadirannya benar-benar dirasakan sebagai solusi masalah.
Salah satu bukti nyata adalah pemekaran Kabupaten Humbang Hasundutan yang
tidak terlepas dari prakarsa Dr. RE. Nainggolan, MM ketika masih Bupati Tapanuli Utara.
Kepemimpinan seperti itu telah dilakoni ketika mendapat amanah memimpin di
berbagai jabatan pemerintahan di daerah provinsi Sumatera Utara selama ini.
Penulis sangat sependapat dengan Drs. Sabam Leo Batubara sesepuh pers Indonesia
ketika bincang-bincang dengan penulis di Tuktuk Siadong, Kecamatan Simanindo,
Kabupaten Samosir 13-15 April 2012 lalu di sela-sela Pelatihan Jurnalistik
Tingkat Nasional Angkatan ke 5 Surat Kabar Pelita Rakyat Jakarta.
Sabam Leo Batubara, Thomson Hutasoit, J. Siallagan dan beberapa orang pimpinan
Surat Kabar Pelita Rakyat Jakarta menjadi nara sumber, dan Drs. MH. Sinaga MPA
ketua panitia penyelenggara pelatihan jurnalistik.
Sabam Leo Batubara memiliki ide bahwa sudah saatnya gubernur berasal dari
bupati/walikota berprestasi, demikian selanjutnya presiden berasal dari
gubernur berpretasi sehingga gubernur terpilih, presiden terpilih tidak lagi
terbuang waktunya hanya untuk belajar dan beradaptasi.
Efektivitas dan efisiensi waktu presiden, gubernur, bupati/walikota untuk
mempercepat laju roda pemerintahan bisa dimaksimalkan karena konsep-konsep pemerintahan
telah difahami jelas, terukur, terpadu, terintegrasi dengan baik dan benar.
Rakyat tidak boleh dibutakan kamuflase-kamuflase politik seperti pemberian
berbagai bentuk bantuan, pengobatan gratis, pembangunan rumah ibadah, pendekatan
sosial pada saat-saat mendekati Pilgubsu.
Padahal sebelum-sebelumnya tidak pernah mau tahu atau peduli terhadap
aspirasi rakyat yang disampaikan kepadanya.
Apalagi berbagai bantuan yang diberikan diduga keras memanfaatkan jabatan
atau menggunakan pos mata anggaran APBN atau APBD, BUMD maupun instansi lain diamanahkan pada dirinya.
Penggunaan dana-dana demikian berpotensi mendudukkan calon Gubsu penghuni
terali besi alias penjara setelah terpilih menjadi Gubernur Sumatera Utara.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.