Oleh:
Thomson Hutasoit
Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja
Instansi Publik (ATRAKTIP)
Sendainya warna pelangi hanya satu maka pelangi tidak pernah dikatakan
indah.
Keindahan pelangi justru terletak pada
kombinasi berbagai warna di dalamnya menjadikan paduan warna-warni sangat indah
terbentang di kaki langit biru.
Siapa pun pasti berdecak kagum melihat keindahan pelangi maha karya Ilahi yang merupakan ikatan perjanjian Tuhan Yang
Maha Esa dengan nabi Nuh ketika air bah melanda
serta meluluh-lantakkan seluruh kesombongan, keserakahan, kekejian, kezoliman, kebejatan,
kemungkaran, ketidakpedulian manusia di atas bumi ini.
Pelangi adalah peringatan sekaligus janji Allah terhadap manusia di atas
jagat raya ini sepanjang masa.
Sehingga ketika mata manusia tertuju pada keindahan pelangi di kaki langit
biru perlu melakukan instropeksi diri atas kekeliruan menapaki perjalanan hidup
diatas alam semesta.
Sebagai peringatan, pelangi mengingatkan seluruh insan manusia di atas bumi
agar segera menanggalkan egoisme, kesombongan, keserakahan, kekejian,
kezoliman, kebejatan, kemungkaran, ketidakpedulian yang dilandasi ego centris serta fanatisme buta yang
telah mendatangkan murka Allah terhadap dunia ini.
Sebagai perjanjian, pelangi memaklumatkan kepada seluruh manusia bahwa
kelangsungan alam semesta hanya bisa dipertahankan melalui terjaminnya pelangi
kehidupan atau pluralisme.
Allah Maha Pencipta melukis alam semesta di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan
atau pluralisme.
Dan di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme itulah
kesinambungan regenerasi seluruh makhluk ciptaanNya bisa terlaksana dengan
baik.
Laki-laki dan perempuan, siang dan malam, panas dan dingin, hitam dan
putih, kurus dan gemuk, manis dan pahit, kuat dan lemah, pintar dan bodoh, kaya
dan miskin, dan lain sebagainya bertujuan agar satu sama lain saling
melengkapi dan saling bersinerji untuk mewujudkan kelangsungan hidup manusia di
atas jagat raya ini.
Segala perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme adalah maha karya
Tuhan Yang Maha Esa karena di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau
pluralisme itulah janji-janjiNya diwujudkan.
Misalnya, kelanjutan generasi manusia hanya bisa berlangsung bila seorang
laki-laki dengan seorang perempuan
melakukan ikatan perkawinan.
Laki-laki dengan perempuan tentu dua insan manusia berbeda.
Tetapi justru di atas kerjasama (perkawinan-red) dua insan manusia berbeda
itulah perpanjangan generasi bisa berlanjut.
Oleh karena itu, perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme bukan
lah malapetaka tetapi berkah hasil maha karya Ilahi yang perlu dijaga serta
dirawat agar kelangsungan alam semesta bisa terjamin.
Setiap penolakan terhadap perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme
adalah wujud nyata pembangkangan, pemberontakan terhadap konstruksi Ilahi di
atas dunia ini.
Yang menjadi pertanyaan adalah bila Tuhan Yang Maha Esa menciptakan dunia
ini di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme mengapa justru ciptaanya
sendiri (manusia-red) menolak, membenci, memberangus konstruksi maha karya
Ilahi ?
Bukankah penolakan perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme
merupakan wujud pembangkangan, perlawanan, pemberontakan manusia terhadap
penciptaan Tuhan Yang Maha Esa atas dunia ?
Apakah benar manusia layak disebut beragama, bertaqwa atau menuruti
perintah Tuhan Yang Maha Esa sementara konstruksi ciptaanNya ditolak atau
dilawan dengan dalil-dalil atas nama Tuhan Yang Maha Esa ?
Bila Ilahi menciptakan dunia ini di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan
atau pluralisme maka yang menjadi pertanyaan adalah perintah tuhan, allah mana
memerintahkan penghancuran konstruksi maha karya Tuhan Yang Maha Esa ?
Padahal bukti orang-orang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
adalah menuruti perintah-perintahNya serta menjauhi larangan-laranganNya.
Segala bentuk penolakan terhadap perbedaan, keragaman, kemajemukan atau
pluralisme yang notabene hasil karya cipta Tuhan Yang Maha Esa adalah
perlawanan, pembangkangan serta pemberontakan perintah
Tuhan secara nyata.
Melukis Pilgubsu
dengan pena pluralisme.
Keindahan paling nyata Provinsi Sumatera Utara adalah terjalinnya harmoni
kehidupan di atas perbedaan, keragaman, kemajemukan
atau pluralisme ditengah-tengah masyarakat
sehingga Provinsi Sumatera Utara menjadi miniatur Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Kerukunan masyarakat Sumatera Utara telah dijadikan percontohan ditingkat
nasional maupun tingkat internasional karena mampu melukis pelangi kehidupan masyarakat
dengan pena pluralisme sesuai konstruksi ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
Kerukunan masyarakat Sumatera Utara menjadi modal luar biasa untuk
menciptakan kondusivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama ini.
Modal luar biasa itu harus mampu dijaga, dirawat serta dilestarikan
termasuk dalam penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu)
2013 akan datang.
Karena itu, seluruh pasangan calon Gubernur Sumatera Utara (Cagubsu-red) periode
2013-2018 termasuk Tim Sukses, partai politik, pengamat harus mampu
menghindarkan diri dari isu-isu sektarian-primordial agar pluralisme yang telah
terbangun selama ini tidak terusik.
Membenturkan perbedaan, keragaman, kemajemukan atau pluralisme sebagai
menu-menu kampanye merupakan tindakan keliru bahkan kebodohan amat sangat tak
bermartabat dan beradab.
Sebab tindakan demikian hanya pantas dilakukan para pecundang politik yang
tidak mampu berkompetisi sehat dan sempurna.
Pilgubsu 2013 harus mampu dilukis dengan pena pluralisme yakni
berlangsungnya pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) jujur, adil,
langsung dan sehat tanpa membenturkan isu-isu perbedaan, keragaman, kemajemukan
atau pluralisme.
Pilgubsu 2013 harus mampu dijadikan momentum strategis membangun demokrasi
substantif dan sehat melalui adu program atau visi-misi para kandidat sehingga
Pilgubsu 2013 salah satu sumbangsih nyata membangun Indonesia berdemokrasi sehat dari Sumatera Utara.
Sebagai daerah percontohan dalam kerukunan pluralisme Pilgubsu 2013 akan
menjadi parameter nyata dalam memilih pimpinan nomor satu dengan pena
pluralisme sehingga berbagai sentimen sektarianis-primordialis harus
dihindarkan selama penyelenggaraan Pilgubsu nanti.
Bila Pilgubsu 2013 mampu dilukis dengan pena pluralisme maka Sumatera Utara
“Luar Biasa” bukan sekadar slogan belaka tetapi benar-benar kondisi riil pembumian
Bhinneka Tunggal Ika di republik ini.
Penyebutan Sumatera Utara “Miniatur” Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah berdasarkan fakta nyata karena itu momentum Pilgubsu 2013
wahana memilih pemimpin berkualitas, kredibel, kapabel, berintegritas sekaligus indikator pembuktian kerukunan pluralisme di daerah ini.
Pasangan calon gubsu, tim sukses, partai politik, tokoh agama, tokoh
masyarakat, intelektual, lembaga survey, pengamat serta seluruh rakyat harus
mampu memberi keteladanan berdemokrasi yang baik, benar dan sehat dengan
menghindarkan diri dari praktek-praktek kampanye hitam.
Dengan demikian, Pilgubsu 2013 benar-benar menjadi wahana pendidikan politik rakyat
dalam berdemokrasi yang baik dan benar.
Kemampuan memilih calon Gubernur Sumatera Utara kapabel. kredibel, serta
berintegritas untuk memimpin Sumatera Utara lima tahun kedepan merupakan
kemenangan seluruh rakyat Sumatera Utara.
Sebaliknya, kegagalan menghadirkan calon Gubernur Sumatera Utara periode
2013-2018 akan memperpanjang karut marut pemerintahan di daerah ini.
Siapa pun calon gubernur terpilih nanti sepanjang dihadirkan dengan cara-cara
berdemokrasi yang baik dan benar akan mendatangkan perkembangan kemajuan pesat
di daerah ini.
Sebaliknya, siapa pun gubernur terpilih bila diraih dengan cara-cara kotor,
transaksional serta tidak benar (isu suku, agama, ras, antar golongan/SARA-red)
bisa dipastikan akan membawa malapetaka lima tahun ke depan.
Oleh karena itu, kemampuan melukis Pilgubsu 2013 Pelangi Kehidupan dengan pena
pluralisme ditandai adu program atau visi-misi para calon gubernur menjadi
tonggak sejarah kebangkitan provinsi Sumatera Utara ke depan.
Medan, 11
Agustus 2012
Thomson Hutasoit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.