Bagian
Ketiga (Habis).
Memiliki kemampuan organisatoris mumpuni.
Figur calon gubernur harus memiliki kemampuan
organisatoris mumpuni agar mampu membangun
harmoni kerja terencana, terprogram, terpadu, terintegrasi dan
berkesinambungan.
Salah satu fenomena menghantui penyelenggaraan pemerintahan
daerah pasca pemilihan langsung adalah terjadinya pecah kongsi antara gubernur
dengan wakil, antara bupati/walikota dengan wakil disebabkan pembagian jatah
dalam pemerintahan.
Data Kemendagri
dari 753 pasangan kepala daerah terpilih sejak 2005-2011 sebanyak 732 pasangan
pecah kongsi (kompas, 30 Juli 2012).
Terjadinya pecah kongsi kepala daerah dengan wakil
menunjukkan betapa buruknya kemampuan organisatoris kepala daerah terpilih
sehingga kemesraan di masa-masa pemilihan berlalu begitu cepat akibat perbedaan
pendapatan bukan perbedaan pendapat antara kepala daerah dengan wakil.
Di provinsi Sumatera Utara dua pasangan kepala daerah
berlangsung mulus hingga dua periode yakni Bupati Humbang Hasundutan Drs.
Maddin Sihombing, MSi dengan wakilnya Drs. Marganti Manullang, dan Bupati
Serdang Bedagai Ir. H. Tengku Erry Nuradi dengan wakilnya Drs. Soekirman,
selainnya berdendang sayonara alias berantakan pecah kongsi.
Sementara Gubernur Sumatera Utara non aktif H. Syamsul
Arifin Silaban SE dengan wakil gubernur H. Gatot Pujo Nugroho ST hanya “seumur
jagung” atau ± 2 tahun selanjutnya hubungan antara ayah dan anak dikala
pencalonan gubernur 2008 lalu kini tergerus roda zaman.
Pecah kongsi kepemimpinan kepala daerah tentu sangat
berpengaruh pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah serta
ketidakpastian pejabat-pejabat daerah dalam memangku jabatannya.
Penggusuran pejabat sangat sulit dielakkan apalagi bila
pejabat itu memiliki tingkat kedekatan kepada kepala daerah atau wakil kepala
daerah sedang berseteru.
Padahal salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah terciptanya sebuah team work kompak dan terpadu serta bahu-membahu dalam mendorong percepatan pembangunan yang telah
direncanakan.
Oleh karena itu, calon gubernur akan datang haruslah
seorang figur organisatoris mumpuni agar mampu melindungi, mengayomi seluruh stakeholders provinsi Sumatera Utara
serta mampu menjadi konduktor merajut harmoni indah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah Sumatera Utara.
Sebagai seorang organisatoris mumpuni gubernur tentu
harus mengetahui serta memahami karakter masyarakat Sumatera Utara dengan
paripurna tanpa itu siapa pun gubernur terpilih tidak akan membawa arti apa-apa
alias gagal total alias gatot.
Pluralisme Sumatera Utara harus mampu dikelola dengan
baik dan benar serta berkeadilan
sehingga seorang gubernur harus mampu dan bisa menempatkan diri di atas
kemajemukan dalam jarak yang sama baik penempatan pejabat daerah maupun
kebijakan publik.
Penempatan pejabat struktural maupun pejabat fungsional
harus diletakkan berdasarkan merits
system melalui test and provert test
lembaga-lembaga independen sehingga terhindar dari jabatan “naga bonar” atau pejabat
pintar menjilat alias asal bapak senang/ABS yang dilahirkan melalui sentimen sektoral-primordial.
Sebab peningkatan kualitas kinerja hanya bisa diharapkan
dari sumber daya manusia (SDM) berkualitas, kredibel, kapabel, berintegritas,
berjati diri bukan dari pejabat berdasarkan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
Peka terhadap aspirasi rakyat.
Salah satu faktor meruntuhkan elektabilitas pemilih
terhadap calon kepala daerah adalah wanprestasi terhadap janji-jani yang
digelontorkan para kompetitor kandidat kepala daerah di masa-masa kampanye.
Ketika mengkampanyekan diri para calon kepala daerah
tidak satu pun pernah menyatakan diri berseberangan dengan kepentingan atau
aspirasi rakyat.
Semua calon dengan lantang menyatakan ”akan” membela
rakyat atau pro rakyat.
Berbagai slogan kampanye tidak pernah lupa
mengatasnamakan kepentingan rakyat sehingga kehadiran calon kepala daerah
seperti sosok “penyelamat” melepaskan rakyat dari aneka penderitaan, sengsara,
ketertindasan, ketidakadilan, kemelaratan.
Isu-isu menimpa kehidupan rakyat langsung diinventaris, dikemas
dengan apik dan menarik melalui kemahiran pembingkaian bahasa metafora, slogan,
kontras, plintiran, dan cerita seolah-olah rakyat telah menemukan sosok
pembebas atau penyelamat atas penderitaan membelenggu selama ini.
Misalnya, permasalahan tanah, hutan masyarakat hukum
adat, tanah ulayat, masalah kelangkaan pupuk, kelangkaan bahan bakar minyak
(BBM), masalah listrik, air bersih, sanitasi, kualitas pendidikan buruk,
kualitas pelayanan kesehatan buruk, infrastruktur, serta kualitas pelayanan
publik buruk lainnya.
Janji-janji kampanye itu melahirkan secercah harapan baru
ketika mendengar janji-janji manis para kandidat hingga tidak mustahil membawa
rakyat ke alam tidak sadar seperti terkena suntikan jarum bius kampanye
kamuflase menyesatkan.
Belum lagi untaian kata-kata indah itu dibumbui bermacam
kepedulian sesaat seperti pemberian uang, barang, maupun komitmen-komitmen
politik sungguh menggiurkan menjadikan sosok calon kepala daerah seperti benar-benar
utusan “Tuhan” untuk melepaskan pasungan belenggu melilit rakyat.
Akan tetapi, setelah rakyat menjatuhkan pilihan kepada
calon gubernur, bupati/walikota serta berhasil terpilih jadi gubernur,
bupati/walikota semua janji-janji yang pernah terlontar dari dua helai bibirnya
seperti tidak pernah terucap.
Buktinya, gubernur, bupati/walikota sangat sulit
mendengar serta menyerap aspirasi rakyat bahkan dengan serta merta membangun
tembok pemisah terhadap konstituennya setelah terpilih kepala daerah.
Rakyat diposisikan pengidap penyakit amnesia, agnosia
sehingga lupa terhadap apa yang pernah didengar dari calon gubernur,
bupati/walikota waktu kampanye.
Mereka lupa bahwa janji adalah utang harus dilunasi kalau
tidak maka gubernur, bupati/walikota sama jahatnya dengan pengemplang utang yang
hobby wanprestasi di republik ini.
Oleh karena itu, janji-janji kampanye calon gubernur
Sumatera Utara periode 2013-2018 harus dilacak dengan alat deteksi kebohongan
yakni melihat dan mencermati rekam jejak menepati janji jauh sebelum masa
pencalonan gubernur dilaksanakan.
Misalnya, apakah calon tersebut peka terhadap aspirasi
rakyat atau tidak dibuktikan dukungan politik nyata atas aspirasi rakyat.
Atau sebaliknya, selalu mempersulit atau menolak aspirasi
rakyat ketika sedang berkuasa dengan berbagai alibi tak masuk akal.
Sebab sulit rasanya memercayai seorang calon gubernur
menyatakan diri peka terhadap aspirasi rakyat pada saat kampanye sedangkan ketika
berkuasa “buta dan tuli” terhadap aspirasi rakyat.
Kemampuan, kecerdasan, kecermatan rakyat untuk melacak
rekam jejak calon gubernur Sumatera Utara 2013 sebelum masa pencalonan
merupakan tindakan tepat agar terhindar dari kekecewaan dikemudian hari.
Kejelian rakyat melacak rekam jejak calon gubernur tidak
boleh dibutakan aneka kebaikan bersifat kamuflase yang ditabur di atas belajana
kebohongan dengan sejuta asesoris politik membius alam sadar.
Pemilih cerdas harus mengetahui serta mengenal calon pemimpinnya
dengan baik dan benar sebab salah menentukan pilihan taruhannya lima tahun
menderita.
Mampu menjaga pluralisme rakyat Sumatera Utara.
Salah satu hal luar biasa dimiliki Sumatera Utara dalam
arti positif adalah terjaminnya pluralisme hingga provinsi ini sering dijadikan
percontohan kondusivitas daerah di tingkat nasional maupun internasional.
Potensi sosial besar itu harus mampu dijaga, dirawat
serta dilestarikan oleh setiap warga masyarakat provinsi Sumatera Utara
sepanjang masa agar daerah ini benar-benar rumah pluralisme miniatur Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Calon gubernur periode 2013-2018 harus mampu merawat
pluralisme itu melalui kebijakan-kebijakan menjamin tumbuh berkembang pluralisme
dengan baik dan benar serta sehat.
Gubernur harus benar-benar mampu menempatkan diri dengan
jarak yang sama sehingga pluralisme menjadi pelangi kehidupan paling indah di
provinsi ini.
Misalnya, penempatan pejabat struktural maupun fungsional
harus benar-benar didasarkan pada kapabilitas, kredibilitas, integritas bukan
berdasarkan sentimen sektarianis-primordialis.
Gubernur harus mampu memosisikan diri milik seluruh
rakyat Sumatera Utara tanpa membeda-bedakan rakyat walau dengan alasan apa pun.
Hanya dengan cara demikian seseorang pantas mengklaim
diri sahabat seluruh rakyat atau apa pun sebutannya.
Tanpa itu, slogan seindah apa pun itu hanyalah kebohongan
belaka.
Karena itu, rakyat harus cerdas, cermat melacak rekam
jejak calon gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018.
Apakah benar-benar seorang figur yang mampu melindungi
serta mengayomi seluruh rakyat Sumatera Utara atau tidak.
Siapa pun terpilih menjadi gubernur dia adalah gubernur
seluruh rakyat Sumatera Utara sehingga harus mampu melindungi serta mengayomi
seluruh rakyat daerah ini tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
Penutup.
Pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) periode
2013-2018 sudah diambang pintu bahkan para bakal calon (balon) telah melakukan
gerilya mensosialisasikan diri hingga pelosok yang tidak pernah terbetik di
benak calon selama ini.
Sosialisasi diri seperti itu tentu menguras pikiran,
tenaga maupun dana sangat besar serta melelahkan para calon gubernur yang akan
bertarung pada tahun 2013 akan datang.
Berbagai slogan, jargon politik dibingkai dengan apik,
menarik serta dibumbui aneka bumbu penyedap seperti bantuan sosial, uang,
barang maupun komitmen politik dengan kata-kata
“akan”.
Taktik dan strategi demikian kadangkala ampuh membius
alam sadar calon pemilih untuk memberikan dukungan bahkan hak pilih terhadap
bakal calon (balon) gubernur 2013-2018.
Walau demikian, rakyat perlu cerdas, cermat untuk melacak
rekam jejak para bakal calon (balon) gubernur Sumatera Utara lima tahun kedepan
sebab tidak ada iklan kecap nomor dua semua mengklaim diri kecap nomor satu.
Demikian juga para bakal calon (balon) gubernur dapat
dipastikan tidak ada yang menyatakan diri berseberangan dengan rakyat.
Semua mengklaim diri pro rakyat, peduli rakyat,
memperjuangkan aspirasi rakyat dan lain sebagainya.
Rakyat Sumatera Utara harus cerdas, cermat melacak rekam
jejak para calon gubernur agar tidak terkecoh taktik strategi kamuflase politik
yang akan mendatangkan kekecewaan ketika salah pilih pada calon gubernur
tertentu.
Pemilih cerdas mampu menentukan pilihan tepat serta tidak
akan tergoda dengan politik uang, barang, iming-iming, serta komitmen politik
menyesatkan lainnya.
Pemilih cerdas
mengenal, mengetahui, serta memahami kemampuan calon pilihannya melalui
pelacakan rekam jejak kinerja (track
record) calon secara menyeluruh dan
seluas-luasnya agar tidak seperti membeli kucing dalam karung.
Kekeliruan, kesalahan bahkan dosa paling besar adalah
mengkhianati hati nurani serta mengingkari fakta-fakta obyektif akibat politik
transaksional dan alasan subyektif.
Mari melacak rekam jejak kinerja calon-calon Gubernur
Sumatera Utara periode 2013-2018 agar Sumatera Utara menemukan sosok Gubsu
terbaik pada Pilgubsu 2013.
Selamat berdemokrasi bermartabat !!!
Medan, 4 Agustus 2012
Thomson Hutasoit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.