Bagian Kedua (Habis)
Meningkatkan daya
saing daerah.
Salah satu tujuan hakiki otonomi daerah adalah menggali seluruh potensi
daerah untuk selanjutnya dijadikan komoditi unggulan spesifik berdaya saing
baik skala nasional maupun internasional.
Dengan demikian dituntut kemampuan serta kreativitas kepala daerah untuk
mengenali keunggulan dan kelemahan daerah masing-masing secara paripurna.
Memperpendek rentang kendali pemerintahan daerah diwujudkan melalui
kebijakan-kebijakan peningkatkan daya saing daerah dengan melakukan
inventarisasi, pemetaan sekaligus membuat matriks-matriks peluang investasi sembari tetap menjaga, merawat, melestarikan kearifan lokal.
Partisipasi masyarakat di dalam pembangunan didorong seefektif mungkin agar
seluruh potensi daerah benar-benar dipergunakan sebesar-besar kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.
Ekonom Swedia, Gunnar Myrdal, penulis buku ‘The Asian Drama, An Inquiry into the Poverty of Nations (1968) sejak lama menyadari “bahwa apabila pemerintah
tidak secara aktif campur tangan di dalam kegiatan ekonomi, yang diatur oleh
mekanisme pasar, maka tingkat pembangunan yang berbeda di antara berbagai
daerah akan memberikan akibat yang buruk pada corak pembangunan selanjutnya.
Kesejahteraan dan tingkat pembangunan antara daerah miskin dan daerah kaya
menjadi bertambah lebar.
Hal ini disebabkan oleh kegiatan sektor industri, perdagangan, keuangan dan
berbagai kegiatan ekonomi lainnya di daerah kaya berjalan lebih lancar dan
menguntungkan daripada di daerah yang lebih miskin”. (Ir. Adri Said, PhD &
N. Ika Widjaja, SE,MM, KAS, 2007).
Perbedaan potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM)
diantara daerah berbeda memungkinkan satu daerah dengan daerah lain memiliki
konsep pembangunan berbeda pula.
Berbagai terobosan untuk mendorong investasi sebagai pengungkit percepatan
pembangunan merupakan keharusan dilakukan kepala daerah.
Investasi dimaksudkan bukanlah penanaman modal an sich tetapi setiap
kegiatan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
Pada tahun
2000-2001, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia melakukan
penelitian tentang kedayasaingan daerah, dan menemukan 9 indikator, yaitu:
1. Perekonomian
daerah, merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian daerah yang
meliputi penciptaan nilai tambah akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja
sektoral, dan biaya hidup.
2. Keterbukaan, merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah
berhubungan dengan daerah lain atau negara lain.
3. Sistim keuangan, merefleksikan kemampuan
sistem finansial perbankan dan non
perbankan di daerah untuk memfasilitasi
aktivitas perekonomian yang memberikan
nilai tambah.
1.
Infrastruktur
sumberdaya alam, merupakan indikator seberapa sumberdaya
alam yang tersedia.
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mengukur kemampuan daerah dalam
kapasitas IPTEK dan penerapannya dalam perekonomian daerah.
3.
Sumberdaya manusia, ditunjukkan dari ketersediaan dan
kualitas sumberdaya
manusia.
4.
Kelembagaan, merupakan
indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial,
politik, hukum dan aspek
keamanan daerah.
5. Governance dan Kebijakan Pemerintah, yang mengukur kualitas administrasi
pemerintahan daerah.
6.
Manajemen dan ekonomi mikro, yang berkenaan dengan
seberapa baik
pengelolaan perusahaan-perusahaan
di daerah. (Ir. Ahmad Syamsuddin Suryana &
Dr. Marsuki, SE, DEA, KAS, 2007).
Pemerintah daerah harus mampu menciptakan kondusivitas daerah yang mantap
agar para investor memiliki jaminan dalam berinvestasi.
Kondusivitas daerah didukung legalitas kepastian hukum serta partisipasi
masyarakat yang mantap menjadikan daerah tempat investasi menjanjikan.
Sebab menurut Jana Marie Mehrtens & Benjamin Abdurahman, “Mata investor
sangat mementingkan wilayah ekonomi, sedangkan wilayah ekonomi tersebut tidak
mengenal batas administrasi kabupaten/kota.
Citra atau dengan kata lain martabat suatu wilayah harus dianggap sebagai sesuatu
yang sangat berkaitan dalam hal pengambilan keputusan untuk investasi.
Hal ini menjadikan ilmu pemasaran sebagai suatu metode yang sangat valid
untuk meningkatkan posisi daya saing suatu wilayah di tingkat pasar.
Pengelolaan dan Regional Marketing adalah instrumen penting dan tidak dapat
disepelekan untuk pertumbuhan ekonomi, baik di tingkat daerah maupun di tingkat
nasional secara tidak langsung.
Sesuai dengan desentralisasi Indonesia, inisiatif untuk tugas-tugas ini
harus datang dari tingkat daerah, bukan dari tingkat provinsi ataupun tingkat
nasional”.
Secara umum sebab-sebab perlunya suatu kerjasama antar daerah dapat
digambarkan antara lain sebagai berikut:
1.
Faktor Keterbatasan
Daerah (Kebutuhan); hal ini dapat terjadi dalam konteks
sumber daya manusia, alam,
teknologi dan keuangan, sehingga suatu
‘kebersamaan’ dapat menutupi
kelemahan dan mengisinya dengan kekuatan
potensi daerah lainnya.
2.
Faktor Kesamaan
Kepentingan; adanya persamaan visi pembangunan dan
memperbesar peluang memperoleh ‘keuntungan’
baik finansial maupun non
finansial untuk mencapainya.
3.
Berkembangnya
paradigma baru di masyarakat; perlunya pengembangan sistem
perencanaan dan pembangunan
komunikatif-partisipatif sesuai dengan semangat
otonomi daerah.
4.
Menjawab kekhawatiran
disintegrasi; di mana kerjasama dapat menjadi instrumen
yang efektif dalam rangka
menggalang persatuan dan kesatuan nasional
(sinkronisasi dan harmonisasi).
5.
Sinergi antar daerah;
tumbuhnya kesadaran, bahwa dengan kerjasama antar
daerah, dapat meningkatkan dampak positif dari
berbagai kegiatan pembangunan
yang semula sendiri-sendiri menjadi suatu
kekuatan regional.
6.
Sebagai Pendorong
dalam mengefektifkan potensi dan menggalang kekuatan
endogen dalam kegiatan
pembangunan wilayah. (Jana Marie Mehrtens & Benjamin
Abdurahman, KAS, 2007).
Kemampuan gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah mengkoordinasi
bupati/walikota tentu harus didukung pengalaman nyata memimpin di
kabupaten/kota dan lebih baik lagi bila pernah memimpin desa atau kelurahan
yang merupakan ruang partisipasi rakyat di level pemerintahan daerah terendah.
Seorang mantan kepala desa maupun bupati/walikota yang dipilih rakyat
secara langsung tentu sangat memahami kebutuhan rakyat daerah secara riil.
Dan pemahaman itu sangat berguna untuk menelorkan kebijakan-kebijakan pembangunan
di level provinsi.
Seorang gubernur berasal dari mantan kepala desa maupun bupati/walikota
memahami betul apa permasalahan krusial di daerah sehingga mampu melahirkan
kebijakan-kebijakan relevan dengan kebutuhan daerah bawahannya.
Permasalahan selama ini adalah terjadinya bias kebijakan dari pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dengan pemerintah
desa/kelurahan sebab pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah
kabupaten/kota gagal menyerap kebutuhan riil rakyat daerah di level paling
rendah.
Akibatnya, berbagai program pembangunan yang digelontorkan tidak efektif mendorong
peningkatkan pemberdayaan rakyat pedesaan termasuk meningkatkan daya saing
daerah.
Berbagai hasil komoditi rakyat gagal mendatangkan kemakmuran dan
kesejahteraan karena pemerintah daerah tidak pernah nyata-nyata menjamin
harga-harga serta membuka peluang pasar komoditi baik marketing regional maupun marketing
internasional.
Belum lagi penyediaan infrastruktur yang mendukung pertumbuhan perekonomian
rakyat pedesaan seperti ketersediaan bibit unggul, pupuk, pestisida, irigasi,
pergudangan, serta dana penyangga.
Padahal, instrumen- instrumen inilah syarat utama membangun fondasi ekonomi
kuat serta daya saing secara nyata.
Oleh sebab itu, Pilgubsu 2013 harus mampu menghadirkan calon Gubernur
Sumatera Utara bervisi “Membangun Sumatera Utara dari Desa” sebab potensi
daerah Sumatera Utara paling banyak berada di pedesaan hingga saat ini belum
tergarap optimal.
Bila desa-desa sudah tumbuh dengan kuat dan mantap maka urbanisasi ke
perkotaan bisa di rem atau dihentikan.
Pertumbuhan ekonomi antar daerah menjadi lebih merata dan seimbang sehingga
tidak muncul lagi dikotomi Pantai Barat dengan Pantai Timur seperti fameo
selama ini.
Perubahan paradigma pembangunan “Membangun Sumatera Utara dari Desa”
merupakan wujud nyata otonomi daerah sekaligus implementasi pasal 33 UUD Republik
Indonesia 1945 agar terwujud Tri Sakti Bung Karno, “Berdaulat dalam politik,
Berdaulat dalam kebudayaan, Berdaulat dalam ekonomi atau Berdiri di atas kaki
sendiri/Berdikari”.
Desa-desa tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru serta mampu sebagai pemasok
komoditi ke perkotaan.
Dengan demikian impor komoditi kebutuhan rakyat yang telah mempermalukan
bangsa ini benar-benar bisa dihentikan dengan nyata.
Pemerintah daerah Sumatera Utara tidak perlu lagi direpotkan program-program
“belas kasihan” terhadap rakyatnya.
Malah mendapat tumpahan rezeki dari sektor pajak, retribusi, dan lain-lain
karena ekonomi pedesaan sudah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru.
Penutup.
Salah satu agenda besar sekaligus
“pekerjaan rumah/PR” rakyat Sumatera Utara adalah menganalisis visi-misi para bakal calon (balon) Gubernur Sumatera Utara
periode 2013-2018 mendetail komprehensif sebelum menjatuhkan pilihan pada bulan
Maret 2013.
Hal itu dilakukan agar gubernur lima tahun kedepan benar-benar membawa
perubahan signifikan terhadap perkembangan kemajuan pembangunan serta
pertumbuhan perekonomian pada level ekonomi pedesaan secara nyata.
Visi-misi “Membangun Sumatera Utara dari Desa” merupakan visi-misi paling
tepat agar seluruh potensi daerah Sumatera Utara yang notabene berada di/dan
sekitar rakyat pedesaan bisa digali optimal demi mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan seluruh rakyat Sumatera Utara.
Paradigma pembangunan yang diletakkan pada perkuatan ekonomi pedesaan
adalah visi-misi paling sesuai dengan otonomi daerah serta perwujudan nyata
pasal 33 UUD Republik Indonesia 1945.
Visi-misi demikian meluruskan kekeliruan serta kesalahan paradigma Top Down yang selalu bias dengan
kebutuhan riil rakyat daerah atau pedesaan selama ini.
Paradigma Top Down diterapkan
selama ini ternyata gagal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyat
daerah.
Bahkan pertumbuhan investasi yang didengung-dengungkan pemerintah ternyata
tidak memperkuat daya saing daerah ?.
Malah investasi-investasi tersebut telah menggusur rakyat dari ruang
aktivitas ekonomi yang menjadi mata pencaharian mereka sebelum republik ini
merdeka.
Berbagai program pembangunan Top Down yang memandang rakyat hanya obyek pembangunan
telah gagal mendorong pertumbuhan pedesaan sebagai kekuatan ekonomi baru
sehingga rakyat pedesaan masih menjadi sasaran program “belas kasihan” seperti
beras rakyat miskin (Raskin), bantuan langsung tunai (BLT) dan lain-lain.
Kekeliruan, kesalahan seperti itu harus segera diluruskan dan diakhiri
sehingga momentum Pilgubsu 2013 harus bena-benar dimanfaatkan seluruh rakyat
Sumatera Utara untuk memilih calon Gubernur Sumatera Utara 2013-2018 bervisi
“Membangun Sumatera Utara dari Desa”.
Siapa pun calon gubernur memiliki visi-misi demikian merupakan pilihan
paling tepat tanpa membedakan sentimen sektarianis-primordialis agar Sumatera
Utara berpacu lebih cepat menggapai kemajuan.
Sudah saatnya Pilgubsu 2013 dijadikan momentum strategis serta titik awal
memilih calon gubernur berdasarkan visi-misi terbaik agar rakyat Sumatera Utara
benar-benar miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjunjung
pluralisme.
Pilgubsu 2013 adalah momen memilih putera-puteri terbaik untuk memimpin
provinsi Sumatera Utara lima tahun kedepan.
Bukan memilih pemimpin haus kuasa yang melakukan segala cara termasuk
membenturkan isu-isu sektarianis-primordialis (suku, agama, ras, antar
golongan/ SARA) untuk mewujudkan libido maniak kuasanya.
Tanda-tanda atau ciri-ciri calon gubernur maniak kuasa adalah gemar
melakukan politik uang (money politics),
mengumbar janji-janji kosong, mempertentangkan perbedaan, keragaman,
kemajemukan atau pluralisme, memolitisasi agama, memfitnah, paranoid,
memanfaatkan atau menyelewengkan jabatan, wanprestasi serta tidak mampu
berkompetisi sehat.
Rakyat berdaulat menentukan pilihan pada calon gubernur yang diharapkan mampu
membawa kebahagiaan di daerah ini.
Medan, 14 Agustus 2012
Thomson Hutasoit.
Penulis: Direktur Eksekutif Lembaga Swadaya Masyarakat
Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP), Wakil Sekretaris Forum
Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Provinsi Sumatera Utara, Ketua Umum Dewan
Pimpinan Daerah Gabungan Pengusaha Kontraktor Indonesia (DPD GABPKIN) Provinsi
Sumatera Utara, Sekretaris Umum Punguan Borsak Bimbinan Hutasoit, Boru, Bere Kota
Medan Sekitarnya, Wakil Sekretaris II Parsadaan Pomparan Toga Sihombing
(PARTOGI) Kota Medan Sekitarnya, Penasehat Punguan Toga Lumban Gaol, Boru
Sektor Helvetia Sekitarnya, Wakil Pemimpin Redaksi SKI ASPIRASI, Penasehat
Koordinator Wartawan Unit DPRD Provinsi Sumatera Utara, tinggal di Medan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.