rangkuman ide yang tercecer

Senin, 13 Agustus 2012

Melacak Calon Gubsu 2013-2018


Bagian Ketiga (Habis).

Memiliki kemampuan organisatoris mumpuni. 

Figur calon gubernur harus memiliki kemampuan organisatoris mumpuni agar  mampu membangun harmoni kerja terencana, terprogram, terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan.

Salah satu fenomena menghantui penyelenggaraan pemerintahan daerah pasca pemilihan langsung adalah terjadinya pecah kongsi antara gubernur dengan wakil, antara bupati/walikota dengan wakil disebabkan pembagian jatah dalam pemerintahan. 

Data Kemendagri dari 753 pasangan kepala daerah terpilih sejak 2005-2011 sebanyak 732 pasangan pecah kongsi (kompas, 30 Juli 2012). 

Terjadinya pecah kongsi kepala daerah dengan wakil menunjukkan betapa buruknya kemampuan organisatoris kepala daerah terpilih sehingga kemesraan di masa-masa pemilihan berlalu begitu cepat akibat perbedaan pendapatan bukan perbedaan pendapat antara kepala daerah dengan wakil. 

Di provinsi Sumatera Utara dua pasangan kepala daerah berlangsung mulus hingga dua periode yakni Bupati Humbang Hasundutan Drs. Maddin Sihombing, MSi dengan wakilnya Drs. Marganti Manullang, dan Bupati Serdang Bedagai Ir. H. Tengku Erry Nuradi dengan wakilnya Drs. Soekirman, selainnya berdendang sayonara alias berantakan pecah kongsi.
  
Sementara Gubernur Sumatera Utara non aktif H. Syamsul Arifin Silaban SE dengan wakil gubernur H. Gatot Pujo Nugroho ST hanya “seumur jagung” atau ± 2 tahun selanjutnya hubungan antara ayah dan anak dikala pencalonan gubernur 2008 lalu kini tergerus roda zaman.
  
Pecah kongsi kepemimpinan kepala daerah tentu sangat berpengaruh pada efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah serta ketidakpastian pejabat-pejabat daerah dalam memangku jabatannya.

Penggusuran pejabat sangat sulit dielakkan apalagi bila pejabat itu memiliki tingkat kedekatan kepada kepala daerah atau wakil kepala daerah sedang berseteru.

Padahal salah satu kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah terciptanya sebuah team work kompak dan terpadu serta bahu-membahu dalam  mendorong percepatan pembangunan yang telah direncanakan.

Oleh karena itu, calon gubernur akan datang haruslah seorang figur organisatoris mumpuni agar mampu melindungi, mengayomi seluruh stakeholders provinsi Sumatera Utara serta mampu menjadi konduktor merajut harmoni indah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Sumatera Utara.

Sebagai seorang organisatoris mumpuni gubernur tentu harus mengetahui serta memahami karakter masyarakat Sumatera Utara dengan paripurna tanpa itu siapa pun gubernur terpilih tidak akan membawa arti apa-apa alias gagal total alias gatot. 

Pluralisme Sumatera Utara harus mampu dikelola dengan baik dan benar serta  berkeadilan sehingga seorang gubernur harus mampu dan bisa menempatkan diri di atas kemajemukan dalam jarak yang sama baik penempatan pejabat daerah maupun kebijakan publik.

Penempatan pejabat struktural maupun pejabat fungsional harus diletakkan berdasarkan merits system melalui test and provert test lembaga-lembaga independen sehingga terhindar dari jabatan “naga bonar” atau pejabat pintar menjilat alias asal bapak senang/ABS yang dilahirkan melalui sentimen sektoral-primordial. 

Sebab peningkatan kualitas kinerja hanya bisa diharapkan dari sumber daya manusia (SDM) berkualitas, kredibel, kapabel, berintegritas, berjati diri bukan dari pejabat berdasarkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Peka terhadap aspirasi rakyat. 

Salah satu faktor meruntuhkan elektabilitas pemilih terhadap calon kepala daerah adalah wanprestasi terhadap janji-jani yang digelontorkan para kompetitor kandidat kepala daerah di masa-masa kampanye.
  
Ketika mengkampanyekan diri para calon kepala daerah tidak satu pun pernah menyatakan diri berseberangan dengan kepentingan atau aspirasi rakyat.

Semua calon dengan lantang menyatakan ”akan” membela rakyat atau pro rakyat.

Berbagai slogan kampanye tidak pernah lupa mengatasnamakan kepentingan rakyat sehingga kehadiran calon kepala daerah seperti sosok “penyelamat” melepaskan rakyat dari aneka penderitaan, sengsara, ketertindasan, ketidakadilan, kemelaratan.

Isu-isu menimpa kehidupan rakyat langsung diinventaris, dikemas dengan apik dan menarik melalui kemahiran pembingkaian bahasa metafora, slogan, kontras, plintiran, dan cerita seolah-olah rakyat telah menemukan sosok pembebas atau penyelamat atas penderitaan membelenggu selama ini.

Misalnya, permasalahan tanah, hutan masyarakat hukum adat, tanah ulayat, masalah kelangkaan pupuk, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), masalah listrik, air bersih, sanitasi, kualitas pendidikan buruk, kualitas pelayanan kesehatan buruk, infrastruktur, serta kualitas pelayanan publik buruk lainnya.

Janji-janji kampanye itu melahirkan secercah harapan baru ketika mendengar janji-janji manis para kandidat hingga tidak mustahil membawa rakyat ke alam tidak sadar seperti terkena suntikan jarum bius kampanye kamuflase menyesatkan.
  
Belum lagi untaian kata-kata indah itu dibumbui bermacam kepedulian sesaat seperti pemberian uang, barang, maupun komitmen-komitmen politik sungguh menggiurkan menjadikan sosok calon kepala daerah seperti benar-benar utusan “Tuhan” untuk melepaskan pasungan belenggu melilit rakyat. 

Akan tetapi, setelah rakyat menjatuhkan pilihan kepada calon gubernur, bupati/walikota serta berhasil terpilih jadi gubernur, bupati/walikota semua janji-janji yang pernah terlontar dari dua helai bibirnya seperti tidak pernah terucap. 

Buktinya, gubernur, bupati/walikota sangat sulit mendengar serta menyerap aspirasi rakyat bahkan dengan serta merta membangun tembok pemisah terhadap konstituennya setelah terpilih kepala daerah.

Rakyat diposisikan pengidap penyakit amnesia, agnosia sehingga lupa terhadap apa yang pernah didengar dari calon gubernur, bupati/walikota waktu kampanye.

Mereka lupa bahwa janji adalah utang harus dilunasi kalau tidak maka gubernur, bupati/walikota sama jahatnya dengan pengemplang utang yang hobby wanprestasi di republik ini.

Oleh karena itu, janji-janji kampanye calon gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 harus dilacak dengan alat deteksi kebohongan yakni melihat dan mencermati rekam jejak menepati janji jauh sebelum masa pencalonan gubernur dilaksanakan.

Misalnya, apakah calon tersebut peka terhadap aspirasi rakyat atau tidak dibuktikan dukungan politik nyata atas aspirasi rakyat.

Atau sebaliknya, selalu mempersulit atau menolak aspirasi rakyat ketika sedang berkuasa dengan berbagai alibi tak masuk akal.
  
Sebab sulit rasanya memercayai seorang calon gubernur menyatakan diri peka terhadap aspirasi rakyat pada saat kampanye sedangkan ketika berkuasa “buta dan tuli” terhadap aspirasi rakyat.

Kemampuan, kecerdasan, kecermatan rakyat untuk melacak rekam jejak calon gubernur Sumatera Utara 2013 sebelum masa pencalonan merupakan tindakan tepat agar terhindar dari kekecewaan dikemudian hari.

Kejelian rakyat melacak rekam jejak calon gubernur tidak boleh dibutakan aneka kebaikan bersifat kamuflase yang ditabur di atas belajana kebohongan dengan sejuta asesoris politik membius alam sadar.

Pemilih cerdas harus mengetahui serta mengenal calon pemimpinnya dengan baik dan benar sebab salah menentukan pilihan taruhannya lima tahun menderita.

Mampu menjaga pluralisme rakyat Sumatera Utara. 

Salah satu hal luar biasa dimiliki Sumatera Utara dalam arti positif adalah terjaminnya pluralisme hingga provinsi ini sering dijadikan percontohan kondusivitas daerah di tingkat nasional maupun internasional. 
   
Potensi sosial besar itu harus mampu dijaga, dirawat serta dilestarikan oleh setiap warga masyarakat provinsi Sumatera Utara sepanjang masa agar daerah ini benar-benar rumah pluralisme miniatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Calon gubernur periode 2013-2018 harus mampu merawat pluralisme itu melalui kebijakan-kebijakan menjamin tumbuh berkembang pluralisme dengan baik dan benar serta sehat.

Gubernur harus benar-benar mampu menempatkan diri dengan jarak yang sama sehingga pluralisme menjadi pelangi kehidupan paling indah di provinsi ini.

Misalnya, penempatan pejabat struktural maupun fungsional harus benar-benar didasarkan pada kapabilitas, kredibilitas, integritas bukan berdasarkan sentimen sektarianis-primordialis.
Gubernur harus mampu memosisikan diri milik seluruh rakyat Sumatera Utara tanpa membeda-bedakan rakyat walau dengan alasan apa pun.

Hanya dengan cara demikian seseorang pantas mengklaim diri sahabat seluruh rakyat atau apa pun sebutannya.

Tanpa itu, slogan seindah apa pun itu hanyalah kebohongan belaka. 

Karena itu, rakyat harus cerdas, cermat melacak rekam jejak calon gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018. 

Apakah benar-benar seorang figur yang mampu melindungi serta mengayomi seluruh rakyat Sumatera Utara atau tidak.

Siapa pun terpilih menjadi gubernur dia adalah gubernur seluruh rakyat Sumatera Utara sehingga harus mampu melindungi serta mengayomi seluruh rakyat daerah ini tanpa membeda-bedakan satu sama lain.
  
Penutup.  
  
Pemilihan gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) periode 2013-2018 sudah diambang pintu bahkan para bakal calon (balon) telah melakukan gerilya mensosialisasikan diri hingga pelosok yang tidak pernah terbetik di benak calon selama ini. 

Sosialisasi diri seperti itu tentu menguras pikiran, tenaga maupun dana sangat besar serta melelahkan para calon gubernur yang akan bertarung pada tahun 2013 akan datang.

Berbagai slogan, jargon politik dibingkai dengan apik, menarik serta dibumbui aneka bumbu penyedap seperti bantuan sosial, uang, barang maupun komitmen politik dengan kata-kata  “akan”.

Taktik dan strategi demikian kadangkala ampuh membius alam sadar calon pemilih untuk memberikan dukungan bahkan hak pilih terhadap bakal calon (balon) gubernur 2013-2018.

Walau demikian, rakyat perlu cerdas, cermat untuk melacak rekam jejak para bakal calon (balon) gubernur Sumatera Utara lima tahun kedepan sebab tidak ada iklan kecap nomor dua semua mengklaim diri kecap nomor satu. 

Demikian juga para bakal calon (balon) gubernur dapat dipastikan tidak ada yang menyatakan diri berseberangan dengan rakyat. 

Semua mengklaim diri pro rakyat, peduli rakyat, memperjuangkan aspirasi rakyat dan lain sebagainya. 

Rakyat Sumatera Utara harus cerdas, cermat melacak rekam jejak para calon gubernur agar tidak terkecoh taktik strategi kamuflase politik yang akan mendatangkan kekecewaan ketika salah pilih pada calon gubernur tertentu. 

Pemilih cerdas mampu menentukan pilihan tepat serta tidak akan tergoda dengan politik uang, barang, iming-iming, serta komitmen politik menyesatkan lainnya.

Pemilih cerdas  mengenal, mengetahui, serta memahami kemampuan calon pilihannya melalui pelacakan rekam jejak kinerja (track record)  calon secara menyeluruh dan seluas-luasnya agar tidak seperti membeli kucing dalam karung.

Kekeliruan, kesalahan bahkan dosa paling besar adalah mengkhianati hati nurani serta mengingkari fakta-fakta obyektif akibat politik transaksional dan alasan subyektif. 

Mari melacak rekam jejak kinerja calon-calon Gubernur Sumatera Utara periode 2013-2018 agar Sumatera Utara menemukan sosok Gubsu terbaik pada Pilgubsu 2013.

Selamat berdemokrasi bermartabat !!! 

Medan, 4 Agustus 2012
Thomson Hutasoit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.